Soroti Kesejahteraan Buruh Bongkar Muat, Sarbumusi Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Pelabuhan
Kredit Foto: Istimewa
Seruan untuk perbaikan nasib tenaga kerja bongkar muat (TKBM) kembali disuarakan oleh Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), yang meminta pemerintah untuk mereformasi tata kelola di sektor pelabuhan. Permintaan ini muncul dari fakta bahwa para buruh TKBM, meski perannya vital, masih terperangkap di tingkat terbawah dalam piramida ekonomi logistik nasional.
Melalui Presidennya, Irham Ali Saifuddin, Sarbumusi menggambarkan kondisi memprihatinkan yang dialami buruh TKBM di seluruh nusantara, di mana upah yang tidak memadai dan minimnya perlindungan sosial masih menjadi masalah utama. Ia menegaskan bahwa sudah saatnya negara mengambil peran aktif untuk menjamin kesejahteraan mereka, sebagai bentuk pengakuan atas kerja keras para buruh di lapangan.
“Ini adalah para buruh TKBM yang berada di piramida ekonomi paling bawah di sektor logistik. Kami berharap hak dan kesejahteraan mereka dipikirkan oleh negara,” ujar Irham pada event Lokakarya Nasional, Optimalisasi Kebijakan Pengelolaan TKBM di Indonesia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin 13 Oktober 2025.
Baca Juga: Purbaya Sidak ke Pelabuhan Tanjung Priok, Periksa Satu Kontainer
Irham mengatakan, pihaknya telah menginisiasi pertemuan sejumlah lembaga pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencari solusi bersama. Menurut dia, kontribusi sektor pelabuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang mencapai 7–8 persen per tahun belum sebanding dengan tingkat kesejahteraan buruh di lapangan.
“Masih banyak anggota kami yang melaporkan upah di bawah standar minimum. Bahkan take home paymereka kerap kali di bawah UMP. Masih ada juga yang belum mendapatkan jaminan sosial,” ujar Irham.
Dalam beberapa kesempatan termasuk Hari Lahir ke-70 tahun Sarbumusi sebelumnya, kata Irham, serikat telah mengusulkan agar negara menanggung sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja berupah rendah, minimal 20 persen, untuk memperluas perlindungan bagi buruh rentan seperti TKBM.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan, Heru Widyanto, mengakui bahwa perlindungan sosial bagi buruh TKBM masih belum merata.
“Dari data yang kami miliki, sekitar 42 ribu buruh TKBM sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, termasuk yang mengikuti program jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Namun, bila dibandingkan dengan total sekitar 86 ribu pekerja, baru separuh yang terlindungi,” ujar Heru.
Untuk memperluas cakupan tersebut, Kemnaker akan berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koperasi untuk melakukan literasi dan edukasi bagi koperasi maupun pengusaha di pelabuhan agar patuh terhadap kewajiban jaminan sosial.
Selain itu, pekerja yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan juga berhak atas manfaat tambahan seperti renovasi rumah atau akses kredit kepemilikan rumah (KPR). “Ini bagian dari manfaat layanan tambahan bagi peserta aktif,” kata Heru.
Deputi Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Hendra Nopriansyah, menyebut forum ini menjadi langkah awal untuk mengonsolidasikan kebijakan antara pemerintah, pengusaha, dan pengelola TKBM.
“Kita ingin memastikan bahwa para buruh bongkar muat memperoleh kesejahteraan sebagaimana diatur negara. Pengelola TKBM wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” katanya.
Menurut Hendra, perluasan perlindungan sosial ini juga sejalan dengan target RPJMN, yakni 99,5 persen pekerja terlindungi program jaminan sosial tenaga kerja.
Ia menjelaskan, hingga saat ini peserta formal baru mencakup sekitar 55 persen dari total pekerja, sementara sektor informal yang banyak diisi buruh rentan seperti TKBM masih memiliki ruang perluasan yang besar.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat total manfaat yang telah tersalurkan mencapai sekitar Rp57 triliun, mencakup program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan beasiswa bagi anak pekerja hingga jenjang kuliah.
“Tantangan utama saat ini adalah data pekerja bongkar muat di daerah yang belum lengkap. Karena itu, perlu kolaborasi dengan Kemenhub dan Kemnaker untuk mempercepat pendataan dan kepesertaan,” ujar Hendra.
Dari sisi hukum, menurut Masykur Isnan selaku praktisi hukum sekaligus ketua panitia lokakarya Sarbumusi menegaskan pemerintah juga diminta memastikan bahwa upaya efisiensi logistik nasional termasuk melalui kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) dan Instruksi Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tidak hanya menekan biaya logistik, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pekerja di sektor tersebut.
Baca Juga: Pelindo Banten Resmikan Layanan Perdana Pelabuhan Bojonegara untuk Dorong Logistik Nasional
"Kebijakan strategis di industri ke depan tidak terlepas pada pelabuhan,tentunya ada Peti Kemas dan TKBM,” tutur Isnan.
Upaya peningkatan kualitas tenaga kerja dilakukan melalui pelatihan dan program magang bagi anak buruh TKBM, sementara intervensi ketenagakerjaan diarahkan untuk memperluas jaminan sosial, menegakkan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta memastikan kepastian hubungan kerja melalui regulasi yang meliputi upah minimum, kontrak, cuti, hingga pesangon.
“Kita ingin efisiensi logistik nasional berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan pekerjanya,” ujar Irham.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement