Kredit Foto: Uswah Hasanah
Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai implementasi program ekonomi pemerintah masih lemah karena minimnya koordinasi dan orkestrasi lintas kementerian serta lembaga.
Meskipun arah kebijakan dinilai sudah tepat, kurangnya sinergi di tingkat pelaksanaan membuat sejumlah program prioritas belum menunjukkan hasil optimal.
Policy and Program Director Prasasti Piter Abdullah menjelaskan, hasil kajian “Refleksi 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran” menunjukkan kebijakan ekonomi dan transformasi SDM masih berada dalam kategori “Developing” atau perlu perbaikan, sementara pilar sosial dan politik-hukum dinilai “Cukup Baik”.
Baca Juga: Sektor Ekonomi Kreatif Catat Kontrbusi Postif Terhadap Ekonomi RI dalam Satu Tahun
Ia menegaskan, tantangan terbesar pemerintahan saat ini bukan pada desain kebijakan, tetapi pada lemahnya implementasi di lapangan.
“Banyak program ekonomi pemerintah berjalan sendiri-sendiri tanpa orkestrasi yang jelas. Dalam konteks kebijakan publik, orkestrasi itu penting untuk menciptakan harmoni antarprogram, agar pelaksanaannya saling mendukung dan tidak tumpang tindih,” ujar Piter dalam forum kajian yang digelar di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Piter menambahkan, kurangnya proses monitoring dan evaluasi (monev) juga menjadi faktor penghambat efektivitas kebijakan ekonomi.
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah memiliki kerangka manajemen risiko pembangunan nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2023, namun belum diimplementasikan secara optimal.
“Pemerintah tidak perlu membentuk lembaga baru, cukup mengaktifkan kembali fungsi Komite Manajemen Risiko Pembangunan Nasional yang sudah ada di Bappenas agar proses monev lebih terukur,” katanya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto secara prinsip sudah on track, terutama dalam bidang hilirisasi, peningkatan investasi, dan penguatan ketahanan pangan. Namun, tanpa koordinasi lintas sektor yang solid, efektivitasnya akan terbatas.
“Orkestrasi antarprogram menjadi kunci agar hasil kebijakan tidak hanya berjalan di atas kertas. Implementasi yang baik adalah ujung dari kebijakan yang efektif,” ujar Piter.
Dalam kesempatan yang sama, Research Director Prasasti Gundy Cahyadi menyampaikan bahwa pendekatan evaluasi yang digunakan lembaganya didasarkan pada indikator kinerja utama (Key Performance Indicators/KPI) dari RPJMN 2025–2029, bukan persepsi publik. Hal ini dilakukan untuk menjaga objektivitas dan memastikan evaluasi kebijakan berbasis data.
“Kami menggunakan indikator yang disusun Bappenas, agar hasil evaluasi bisa menjadi referensi teknokratis bagi pemerintah dalam memperbaiki kinerja implementasi,” kata Gundy.
Prasasti merekomendasikan agar pemerintah memperkuat koordinasi antar kementerian dalam pelaksanaan program ekonomi prioritas, terutama di bidang reformasi birokrasi, perizinan investasi, dan pembiayaan UMKM.
Selain itu, diperlukan pengawasan berbasis hasil (result-based monitoring) dan sistem digital lintas lembaga untuk memastikan pelaksanaan program dapat diukur secara transparan.
Dengan memperbaiki orkestrasi kebijakan dan meningkatkan kapasitas monitoring, Prasasti menilai pemerintah dapat mengoptimalkan sisa empat tahun masa jabatan untuk mempercepat realisasi target pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan daya saing industri nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement