Beda Pendapat dengan KDM, Pakar Hidrogeologi ITB Jelaskan Soal Air Pegunungan dalam AMDK
Kredit Foto: Ist
Air pegunungan sering menjadi daya tarik utama dalam pemasaran produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Klaim ini kerap ditafsirkan oleh masyarakat, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) saat mengunjungi pabrik Aqua di Subang pekan lalu, sebagai air yang langsung berasal dari mata air permukaan. Penafsiran inilah yang kemudian diluruskan oleh beberapa pakar hidrogeologi.
KDM secara terbuka menyampaikan pandangannya mengenai pemanfaatan air tersebut: “Saya sempat mengira bahwa Aqua memanfaatkan air mata air pegunungan sebagaimana yang sering digambarkan dalam iklan. Namun kenyataannya berbeda. Artinya di dalam pikiran saya bahwa airnya adalah air mata air. Karena namanya air pegunungan kan? Tapi kenapa dibor,” ujar KDM.
Pernyataan ini menunjukkan adanya persepsi yang berbeda antara publik atau pejabat dengan praktik pengambilan air yang dijelaskan oleh para ahli.
Baca Juga: Dana Pusat ke Jabar Turun, KDM Pastikan Anggaran Untuk Pelayanan Publik Tidak Terganggu
Pakar hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Lambok M. Hutasoit, menjelaskan yang dimaksud air pegunungan yang digunakan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu bukanlah langsung dari mata air yang muncul di permukaan daerah pegunungan. Menurutnya, sumber air pegunungan itu berada dalam sistem akuifer yang dihasilkan dari proses alami di pegunungan, yaitu hujan yang meresap ke dalam tanah, lalu mengalir ke sumber air dan diambil dari akuifer bawah tanah di pegunungan.
Dia menegaskan ada alasan ilmiah mengapa industri besar memilih sumber air dari pegunungan dibanding air tanah biasa. Menurutnya, tidak semua air tanah aman untuk dikonsumsi meski air tanah sering mengandung mineral.
“Salah satunya ada Kromium VI yang sangat beracun. Jadi, tidak sembarangan menggunakan air tanah untuk air minum. Harus dianalisis kimianya terlebih dahulu,” ujarnya.
Selain kandungan kimia, kualitas air juga sangat bergantung pada lapisan batuan. Dari berbagai jenis batuan, yang dianggap baik sebagai sumber air adalah batu pasir, kapur, dan gamping. Sementara itu, batu lumpur dinilai kurang baik karena mudah tercemar.
“Batuan yang mengandung air bisa ditemukan di kedalaman dangkal maupun dalam. Tapi yang dangkal biasanya lebih rawan kontaminasi, baik dari toilet, selokan, maupun limbah lain,” jelas Lambok.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement