Revisi UU P2SK Dinilai Ancam Keberlangsungan Industri Aset Kripto
Kredit Foto: Istimewa
Rencana revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menuai penolakan dari pelaku industri aset digital. Sejumlah ketentuan dalam rancangan tersebut dinilai berpotensi mematikan peran Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), yang selama ini menjadi tulang punggung perdagangan aset kripto di Indonesia.
Dalam rancangan aturan baru, Pasal 215C poin 9 menyebutkan bahwa bursa kripto harus memiliki atau mengendalikan sistem penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif. Selain itu, Pasal 312A poin C mewajibkan bursa menyelenggarakan perdagangan aset digital dalam dua tahun setelah undang-undang disahkan.
Ketentuan ini berpotensi memusatkan seluruh aktivitas perdagangan di bawah kendali bursa, menghilangkan peran PAKD yang selama ini beroperasi secara independen. Akibatnya, Bursa Kripto akan mengambil alih penuh peran puluhan PAKD berizin, dan mematikan kegiatan usaha seluruh PAKD di Indonesia.
Baca Juga: Pasar Kripto Bergejolak, Investor Disarankan Tetap Rasional
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) sekaligus CEO Indodax, William Sutanto, menilai aturan ini sangat mengancam keberlangsungan usaha perusahaan seperti Indodax yang beroperasi sebagai pedagang aset kripto.
“Apabila tidak diperbolehkan lagi menjalankan fungsi tersebut, maka kami harus mengubah total model bisnis yang telah dijalankan selama lebih dari 11 tahun. Dampaknya akan sangat signifikan terhadap pendapatan dan stabilitas perusahaan,” ujarnya.
William menambahkan, perubahan drastis itu bisa memicu langkah-langkah ekstrem seperti restrukturisasi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). “Jika memang diharuskan, maka PHK mungkin tidak bisa dihindari,” katanya.
Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia, Hamdi Hassyarbaini, yang menilai pasal-pasal revisi UU P2SK masih multitafsir dan berpotensi menimbulkan dampak besar bagi industri. “Ada tiga kemungkinan interpretasi,” jelasnya.
Pertama, bursa hanya mengelola perdagangan aset digital yang penawaran perdananya dilakukan di Indonesia. Kedua, bursa mengatur seluruh perdagangan, sementara PAKD hanya berfungsi sebagai broker. Ketiga, seluruh perdagangan dilakukan langsung oleh bursa tanpa peran PAKD sama sekali. “Kalau interpretasinya yang ketiga, itu sama saja mematikan seluruh PAKD yang ada. Saat ini ada 25 perusahaan PAKD berizin yang akan kehilangan sumber pendapatan,” tegas Hamdi.
Ia menilai, jika semua aktivitas perdagangan dikendalikan dan dikuasai bursa, efek domino yang muncul bisa berupa penutupan perusahaan, gelombang PHK besar-besaran, dan menurunnya inovasi industri. “Monopoli perdagangan akan mengurangi efisiensi pasar. Regulasi seharusnya memperkuat ekosistem aset digital nasional, bukan justru menggerus pelaku usaha yang sudah berizin,” ujarnya.
Baca Juga: 5 Exchange Kripto Indonesia, Pilih yang Mana?
Hamdi juga menyoroti karakter industri kripto yang bersifat lintas yurisdiksi. Menurutnya, apabila regulasi terlalu mengekang, masyarakat Indonesia akan tetap bertransaksi melalui platform luar negeri. “Akibatnya, pasar domestik justru kehilangan potensi ekonomi dan penerimaan pajak,” katanya.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro, menegaskan bahwa pembahasan RUU P2SK belum final. DPR dan pemerintah masih menunggu keluarnya Surat Presiden (Supres) untuk melanjutkan tahap pembahasan berikutnya.
“Kami ingin regulasi kripto di bawah OJK memiliki aturan yang jelas dan memberikan rasa aman, dari hulu hingga hilir. Jangan sampai justru membuat industri merasa tidak nyaman,” ujarnya.
Fauzi menambahkan, tujuan utama RUU ini adalah memperkuat industri keuangan nasional dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh sektor, termasuk aset digital dan fintech.
“Prinsipnya, kami ingin RUU P2SK menjadi instrumen penguatan, bukan pengekangan. Setelah Supres keluar, kami akan libatkan semua pemangku kepentingan agar hasilnya seimbang dan tidak merugikan pihak manapun,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement