Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Momentum Surplus Neraca Perdagangan Melonjak, Diversifikasi Produk Jadi Strategi

Momentum Surplus Neraca Perdagangan Melonjak, Diversifikasi Produk Jadi Strategi Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Surplus neraca perdagangan Indonesia melonjak signifikan pada periode Januari–September 2025, mencapai USD 33,48 miliar, meningkat dari USD 22,18 miliar pada periode yang sama tahun 2024. Data ini dirilis Kementerian Perdagangan dan menjadi momentum bagi pemerintah untuk mendorong penguatan sektor domestik, khususnya melalui hilirisasi produk pertanian.

Abra Talattov, Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, menekankan pentingnya memanfaatkan surplus ini dengan strategi yang tepat. Menurutnya, selain meningkatkan produksi pangan, pemerintah perlu mendorong diversifikasi produk dan penguatan rantai pasok dalam negeri. 

“Produk yang sudah dihasilkan harus ditingkatkan nilainya melalui kilirisasi. Ini relevan untuk komunitas-komunitas pangan yang produknya sudah mencukupi kebutuhan domestik. Dengan diversifikasi, bisa menciptakan produk turunan yang mendukung sektor industri manufaktur sekaligus ekspor non-migas,” ujar Abra, dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk “Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2025”, Kamis (6/11/2025).

Baca Juga: Cadangan Devisa Naik Jadi US$ 149,9 Miliar Pada Oktober 2025, BI: Ditopang Global Bond

Hilirisasi, menurut Abra, tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk pertanian, tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan PDB di sektor industri manufaktur. 

“Teoritis, prospek hilirisasi sangat cerah. Tinggal bagaimana kebijakan tersebut diturunkan ke program anggaran yang relevan untuk peningkatan produksi dan hilirisasi,” tambahnya.

Surplus neraca perdagangan yang meningkat ini sebagian besar didorong oleh ekspor komoditas unggulan, termasuk produk pertanian dan perkebunan, serta perdagangan non-migas lainnya. Para ekonom menilai, penguatan rantai pasok domestik akan semakin memperbesar kemampuan Indonesia menghadapi fluktuasi harga global dan meningkatkan ketahanan pangan.

Lebih lanjut, Abra menekankan pentingnya mendorong industri hilir agar ekspor tidak hanya berbasis bahan mentah, tetapi juga produk olahan bernilai tambah. Strategi ini diharapkan mampu memperluas pasar ekspor, meningkatkan devisa negara, dan memaksimalkan dampak positif surplus neraca perdagangan terhadap ekonomi nasional.

Baca Juga: Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi 5,04 Persen Masih Positif, Kuartal IV Diproyeksi Menguat

Di sisi lain, Abra mengungkapkan bahwa pertanian tetap menjadi kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, namun rata-rata pertumbuhannya pascapandemi hanya mencapai 2,24 persen, jauh di bawah rata-rata pra-pandemi sebesar 3,84 persen. Hal ini menjadi peringatan serius, mengingat sektor pertanian menyerap 28 persen tenaga kerja nasional.

Abra mengungkapkan bahwa perlambatan ini menunjukkan bahwa sektor strategis tersebut masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk rendahnya produktivitas dan keterbatasan akses ke pembiayaan.

“Perlambatan sektor pertanian adalah peringatan keras, mengingat sektor ini masih menyerap 28 persen tenaga kerja nasional,” kata Abra. 

Ia menambahkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi menjadi katalis produktivitas sektor pangan, namun hingga kini implementasinya belum signifikan.

Dalam hal pembiayaan, Abra menyoroti pertumbuhan kredit pertanian yang hanya mencapai 5,59 persen, lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan kredit nasional. 

“Ini menandakan masih lemahnya keberpihakan perbankan terhadap sektor ini, meski suku bunga acuan sedang dilonggarkan dan ada insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM),” jelasnya.

Selain itu, Abra menyoroti ketimpangan spasial inflasi pangan. Kawasan Timur Indonesia, termasuk Sulawesi, Maluku, dan Papua, menghadapi tekanan harga lebih tinggi akibat tingginya biaya logistik dan keterbatasan rantai pasok dingin. Ia menegaskan percepatan realisasi anggaran ketahanan pangan, yang baru terserap 56,1 persen, menjadi langkah mendesak.

Abra menekankan pula penguatan peran Bulog dalam distribusi pangan strategis sebagai langkah penting untuk menjaga stabilitas harga di seluruh wilayah Indonesia. Ia menilai, langkah-langkah ini krusial untuk memastikan sektor pertanian tidak hanya berkontribusi terhadap PDB, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada pertanian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: