Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bambu layak menjadi alternatif kayu di industri furnitur dengan sejumlah keunggulan yang dimilikinya.
Tidak hanya dibandrol dengan harga terjangkau, bambu juga memiliki karakter kuat, lentur, dan mudah dibentuk.
Baca Juga: Strategi Kemenperin Kembangkan SDM Industri Sesuai Kebutuhan Pasar
“Bahkan, untuk wilayah yang rawan gempa, bambu bisa direkomendasikan sebagai bahan konstruksi karena sifatnya yang lebih tahan guncangan,” ungkapnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Senin (24/11).
Seiring perkembangan teknologi dan desain, produk berbasis bambu kini tampil semakin modern dengan variasi material dan teknik olahan. Inovasi seperti teknologi bamboo laminated memungkinkan bambu diolah menjadi papan dengan karakteristik mirip kayu sehingga menghasilkan furnitur dan produk dekorasi dengan kualitas tinggi serta tampilan kontemporer.
“Tren ini juga selaras dengan berkembangnya minat industri pariwisata terhadap konsep bangunan ramah lingkungan,” ujar Menperin.
Di Bali, misalnya, banyak resor wisata mengusung konsep eco-resort dengan memanfaatkan bambu sebagai material utama bangunan, furnitur, dekorasi rumah, hingga perlengkapan amenities bagi para tamu.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Reni Yanita menyampaikan, konsumen dunia kini semakin mengutamakan produk berkelanjutan dengan bahan yang tidak menimbulkan kerusakan alam.
Riset Grand View Research memproyeksikan bahwa pasar furnitur ramah lingkungan akan meningkat dari USD43,26 miliar pada tahun 2022 menjadi USD83,76 miliar pada 2030.
Sementara Market.us memprediksi pasar global produk berbasis bambu akan tumbuh dari USD74 miliar pada tahun 2024 menjadi USD118,3 miliar pada 2034.
Menurut Reni, pertumbuhan pasar ini menandai terjadinya pergeseran tren yang memberi peluang besar bagi bambu untuk menggantikan kayu, terutama karena bambu memiliki siklus panen jauh lebih cepat dan produksinya tidak berkaitan dengan isu deforestasi.
Tingkatkan kualitas produksi
Reni juga menilai bahwa pengembangan industri pengolahan bambu di Indonesia perlu memperhatikan sejumlah tantangan penting. Di antaranya, ketersediaan bahan baku dengan standar kualitas industri masih terbatas, dan teknologi permesinan yang digunakan banyak pelaku usaha umumnya masih sederhana.
Selain itu, keterampilan sumber daya manusia dalam membuat, merancang, dan mengembangkan produk baru juga masih perlu ditingkatkan. “Pengetahuan mengenai diversifikasi produk dan tren desain global juga perlu diperluas agar industri bambu Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara yang lebih maju, seperti China, yang telah memiliki ekosistem bambu modern dan terintegrasi,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement