Kredit Foto: Dok. BPMI
Umi mendirikan PKBM, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), kelas paket, SLB (Sekolah Luar Biasa), hingga merintis Pondok Pesantren ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk menjawab kebutuhan ABK di wilayah yang dulu tak memiliki layanan SLB.
“Saya menggunakan rumah saya, rumah saya semuanya untuk kegiatan-kegiatan itu. Jadi kalau lagi musim tutorial, rumah saya seperti kampus, pagi untuk PAUD, sore untuk S1, kalau Paket A, Paket B, Paket C kita di gedung SD (Sekolah Dasar). Alhamdulillah kalau sekarang alhamdulillah saya sudah punya gedung sendiri, swadaya mandiri sampai bangun gedungnya alhamdulillah sekarang sudah punya tempat sendiri. Jadi rumah saya sekarang tinggal untuk sekretariat PKBM. Terus ya untuk kegiatan-kegiatan rapat kalau itu kadang-kadang kita di rumah,” ungkap Umi.
Selain itu, Umi berharap perhatian terhadap pendidikan inklusif terus diperkuat, terutama bagi guru PAUD dan tutor nonformal yang selama ini terus berjuang.
“Itu perhatian kepada guru PAUD yang sekarang sedang berjuang untuk kesetaraan. Kemudian para tutor juga nampaknya belum setara dengan guru seperti itu ya. Padahal kita kan sebetulnya sama ya kita guru, bahkan guru yang mungkin dari kesetaraan memang kurang diperhatikan. Jadi mungkin itulah. Tapi saya bersyukur Saya angkat jempol dengan pemerintah yang sekarang sudah jauh lebih baik memperhatikan kami,” imbuh Umi.
Kisah tiga guru ini memperlihatkan wajah keteladanan yang menjadi fondasi tema Guru Hebat, Indonesia Kuat. Melalui tindakan nyata, mereka menghidupkan semangat bahwa pendidikan Indonesia bertumbuh dari dedikasi, empati, dan keberanian untuk melampaui batas peran seorang pendidik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement