Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencegahan Perkawinan Anak Dapat Turunkan Risiko Putus Sekolah hingga KDRT

Pencegahan Perkawinan Anak Dapat Turunkan Risiko Putus Sekolah hingga KDRT Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, mengungkapkan pencegahan perkawinan anak dapat menurunkan risiko putus sekolah hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Sehingga dirinya menekankan pentingnya dokumentasi upaya pencegahan perkawinan anak oleh pemerintah daerah sebagai bahan advokasi dan pembelajaran antarwilayah.

Baca Juga: Menteri PPPA Sampaikan Keprihatinan Mendalam Atas Bencana di Pulau Sumatera

Hal tersebut disampaikan Pribudiarta dalam kegiatan Diseminasi Pendokumentasian Praktik Baik Komunikasi Perubahan Perilaku Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Pencegahan Perkawinan Anak, beberapa waktu lalu.

Kemen PPPA telah mencatat berbagai praktik baik pemerintah daerah, khususnya di 6 wilayah, yaitu Kota Palu, Jakarta Utara, Kabupaten Garut, Cirebon, Sigi, dan Lombok Timur pada tahun 2025.

“Dokumentasi ini menjadi jembatan yang mempertemukan pengetahuan, pengalaman, dan komitmen lintas wilayah. Banyak program dan praktik baik pemerintah daerah yang dibangun untuk upaya pencegahan perkawinan anak, sebagai contoh Program STOP KABUR (Strategi Optimalisasi Pencegahan Kawin di Bawah Umur) di Kabupaten Garut,” jelasnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (2/12).

Lebih lanjut, Pribudiarta menambahkan praktik baik Pemerintah Kabupaten Cirebon yang bekerja sama dengan perguruan tinggi dan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dalam pencegahan perkawinan anak. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sigi bekerja sama dengan dengan Badan Riset dan Inovasi Daerah Sulawesi Tengah untuk memberikan sosialisasi yang berfokus pada pencegahan stunting dan perkawinan anak.

“Melalui praktik baik dan pendokumentasian tersebut, kami berharap ada perubahan yang dilakukan pemerintah daerah wilayah lain, seperti adanya regulasi di tingkat desa, kemitraan strategi dengan pemangku kepentingan, serta langkah – langkah lainnya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak untuk menolak perkawinan anak,” ungkap Pribudiarta.

Pribuarta menambahkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, terjadi penurunan angka perkawinan anak dari 6,92% pada tahun 2023 menjadi 5,90% di tahun 2024. Meskipun demikian, terdapat 4 provinsi yang mengalami kenaikan angka perkawinan anak di tahun 2024, yaitu Jambi, Riau, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

“Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan mengatur usia minimal pernikahan adalah 19 tahun untuk laki – laki dan perempuan. Data Peradilan Agama (Badilag) mencatat 50.673 dispensasi perkawinan yang diputus pada 2022. Jika upaya pemerintah, pemangku kepentingan, masyarakat, hingga keluarga dapat menekan angka perkawinan anak, maka risiko anak putus sekolah, angka kematian ibu dan bayi, serta risiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat menurun,” pungkas Pribudiarta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: