Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah sekaligus Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, mengungkapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 akan digunakan sebagai instrumen untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026.
Hal tersebut akan dilakukan melalui kolaborasi erat antara pembiayaan APBN dan optimalisasi berbagai mesin ekonomi baru, termasuk ekonomi digital, ekonomi hijau, hingga pengembangan hilirisasi industri.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi dan Berkualitas Diperlukan untuk Capai Indonesia Emas 2045
Pembiayaan melalui APBN akan difokuskan sebagai instrumen fiskal yang adaptif dan responsif, sekaligus menjadi katalis penguatan sektor-sektor strategis.
Dengan pendekatan tersebut, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, berdaya saing, serta mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ini disampaikan Haryo dalam acara Media Briefing LKBN Antara: Optimisme Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2026, Kamis (11/12/2025).
“Jadi APBN 2026 akan hadir sebagai pendongkra pertumbuhan, memicu efek berlipat perekonomian melalui 8 program prioritas dalam APBN 2026, yakni bidang pendidikan, pertahanan semesta, ketahanan energi, MBG, kesehatan, koperasi dan UMKM, ketahanan pangan, dan akselerasi investasi,” ungkapnya, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (12/12).
Sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi baru, Pemerintah terus memperkuat agenda ekonomi hijau melalui percepatan transisi energi dan pembangunan infrastruktur pendukung.
Untuk komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP), terdapat peningkatan menjadi USD21,4 miliar untuk mendorong terwujudnya transisi energi yang adil.
Pemerintah juga terus mengupayakan pengembangan energi terbarukan seperti PLTS, bioenergi B40/B50, serta pembangunan tujuh proyek waste-to-energy yang akan mulai konstruksi pada awal 2026.
Selain itu, Pemerintah menargetkan pembangunan Green Super Grid dengan jaringan transmisi 70.000 km serta pengembangan proyek Carbo Capture and Storage (CCS/CCUS) senilai USD15 miliar, guna memastikan supply energi bersih yang andal dan membuka peluang investasi dalam ekonomi rendah karbon.
Terkait ekonomi digital, Pemerintah terus mendorong akselerasi melalui perluasan layanan keuangan digital, penguatan talenta, dan peningkatan daya saing industri.
Pemanfaatan QRIS kini telah menjangkau 57 juta konsumen dan 39 juta UMKM, dengan target mencapai 60 juta pengguna aktif pada 2026.
Di sisi SDM, berbagai program seperti Digital Talent Scholarship, AI Talent Factory, dan Hub ID terus diperluas untuk mencetak talenta digital yang kompetitif di masa depan.
Sejalan dengan hal tersebut, nilai ekonomi digital Indonesia yang mencapai USD90 miliar pada 2024 diproyeksikan melonjak hingga USD360 miliar pada 2030, yang mencerminkan potensi besar ekonomi digital dalam memperkuat transformasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya, Pemerintah juga terus memperkuat agenda hilirisasi industri, salah satunya dengan meningkatkan nilai tambah nasional dan mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Lonjakan ekspor nikel yang meningkat dari USD3,3 miliar pada 2017 menjadi USD33,9 miliar pada 2024 menunjukkan keberhasilan transformasi industri yang signifikan.
Sejalan dengan itu, realisasi investasi pada Q3-2025 mencapai Rp431,4 triliun, atau tumbuh 58,1% (yoy), mencerminkan tingginya minat investor terhadap sektor hilirisasi.
Pada ekosistem kendaraan listrik, pangsa pasar mobil listrik melonjak menjadi 18,27% pada 2025, didukung ekspansi industrialisasi berbasis bauksit, tembaga, dan rumput laut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Berbagai upaya peningkatan mesin pertumbuhan baru juga tersebut juga didukung dengan perluasan integrasi ekonomi Indonesia dengan pasar global yang dilakukan Pemerintah melalui percepatan berbagai perjanjian perdagangan dan kemitraan strategis.
Melalui Indonesia–Canada CEPA, lebih dari 90% pos tarif memperoleh preferensi yang membuka peluang peningkatan ekspor hingga USD11,8 miliar.
Sementara itu, Indonesia–EU CEPA juga memberikan akses tarif 0% bagi 90,4% produk Indonesia ke pasar Uni Eropa. Di sisi lain, proses aksesi Indonesia ke OECD dan eksplorasi kerja sama dalam CPTPP menjadi langkah penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global dan menyesuaikan standar kebijakan ekonomi dengan praktik internasional, guna mendorong transformasi dan pertumbuhan jangka panjang.
“Kemajuan ekonomi 2026 adalah hasil kerja kolektif. Mari bersama kita jaga momentum optimisme melalui sinergi kebijakan untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan," pungkas Juru Bicara Haryo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement