Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tarif Premi Diturunkan, Asuransi Gempa Bakal Meningkat

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Surat Edaran Nomor 21/SEOJK.05/2015 yang di dalamnya terdapat relaksasi berupa penurunan tarif premi asuransi gempa bumi berdasarkan zona. Hal ini diyakini akan meningkatkan jumlah premi untuk lini usaha asuransi gempa di masa mendatang.

Adanya relaksasi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa penurunan tarif premi asuransi gempa bumi bakal membuat jumlah premi asuransi gempa bumi meningkat di masa mendatang. Terlebih belakangan ini, dalam pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR), masyarakat juga mendapat proteksi berupa asuransi gempa bumi. Produk asuransi tersebut disatupaketkan dengan asuransi properti.

Ini merupakan upaya antisipatif baik dari developer maupun dari pihak bank yang membiayai KPR di daerah rawan gempa selama masa cicilan KPR berjalan. Tentunya mereka tak ingin bisnis KPR-nya ikut luluh lantak jika terjadi gempa bumi.

Indonesia merupakan wilayah yang sering diguncang gempa, meski tidak sesering di Jepang. Wilayah Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan dan merupakan pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, lempeng Benua Australia, lempeng Samudra Hindia, dan lempeng Samudra Pasifik. Selain itu, di bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Nusa Tenggara, hingga Pulau Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.

Kondisi tersebut sangat berpotensi rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Data menunjukkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan tinggi di dunia, bahkan lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Tentu masih belum pupus ingatan kita terhadap gempa bumi tektonik di Yogyakarta yang  berkekuatan 5,9 skala Richter (SR) pada 27 Mei 2006 silam. Data dari Satkorlak Penanggulangan Bencana Alam Yogyakarta, pada hari pertama tercatat 2.986 orang dinyatakan tewas, puluhan ribu pasien dirawat di beberapa rumah sakit, serta rumah penduduk mengalami rusak berat, rata dengan tanah dan porak-poranda. Gempa tersebut menghancurkan kehidupan masyarakat di Bantul, Kota Yogyakarta, Kulonprogo, Sleman, Gunung Kidul, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Boyolali, Magelang, Purworejo, dan sekitarnya.

Dua tahun sebelum gempa di Yogyakarta, tsunami menerpa Aceh pada 26 Desember 2004 dengan gempa berkekuatan 6,2 SR. Gempa tsunami tersebut menimpa Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah,  Provinsi Aceh. Data Badan Nasional Penanggulangan  Bencana (BNPB) menyebutkan total kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi di Provinsi Aceh mencapai  Rp1,38 triliun, dengan rincian: Kabupaten Aceh Tengah Rp1,2 triliun dan Kabupaten Bener Meriah Rp182 miliar. Gempa tersebut tak hanya melenyapkan jiwa manusia, tetapi juga ternak, perumahan dan permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi produktif, dan lintas sektor. Jumlah rumah yang rusak tercatat mencapai 18.207 unit. Kedua peristiwa tersebut baru dua contoh gempa yang menimpa Indonesia. Belum lagi gempa di daerah lain.

Oleh karena itu, risiko terjadinya gempa perlu diantisipasi, salah satunya melalui produk asuransi gempa. Adanya aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 21/SEOJK.05/2015, yang salah satu bagiannya mengatur tarif asuransi gempa, diyakini bakal memberikan angin segar bagi lini usaha asuransi gempa. Aturan tersebut antara lain menetapkan tarif premi asuransi gempa bumi commercial and industrial (non-dwelling house) zona I dengan storeys 0,75% yang sebelumnya, pada SE OJK No. 06/2013, sebesar 0,90%. Pada zona II menjadi 0,76%, dalam aturan sebelumnya 0,95%. Sementara itu, zona III menjadi 1,00% dari sebelumnya 1,25%, dan zona IV menjadi 1,43% dari sebelumnya yang sebesar 1,50%.

Dalam surat edaran (SE) tertanggal 30 Juni 2015 yang ditandatangani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani itu diatur mengenai penurunan tarif untuk dwelling house – occupation code  2976, seperti zona I dengan storeys lebih dari 0,90%  menjadi 0,80% dan zona IV dari 2,75% menjadi 2,24%.

SE OJK No. 21/2015 itu memberikan batasan asuransi gempa bumi adalah asuransi yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan oleh bahaya gempa bumi, letusan gunung berapi, kebakaran dan ledakan yang mengikuti terjadinya gempa bumi atau letusan gunung berapi, dan tsunami.

Terkait relaksasi tarif asuransi gempa tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Julian Noor berpandangan, gempa bumi menimbulkan kerugian yang cukup besar sehingga risikonya perlu diantisipasi. Sejumlah kejadian gempa bumi serta aktivitas vulkanik yang terjadi di Indonesia belakangan ini perlu diantisipasi. Oleh karena itu, jumlah premi asuransi gempa bumi diprediksi akan meningkat. Relaksasi terhadap tarif asuransi gempa ini juga akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan premi asuransi jenis tersebut.

Lagi pula, lanjut Julian, saat ini pembelian polis asuransi gempa bumi masih didominasi segmen korporasi. Ia memprediksi segmen individu juga akan mulai meningkat. Pasalnya, beragam bencana yang terjadi tentu berdampak pada psikologis masyarakat. Hal itulah yang berpotensi membuat masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki proteksi gempa bumi terdorong untuk membeli polis.

Sementara itu,  perusahaan asuransi umum yang  memberikan kontribusi premi terbesar dalam asuransi gempa bumi, antara lain, adalah PT Asuransi FPG Indonesia, PT Lippo General Indonesia Tbk., PT Asuransi Tokio Marine Indonesia, PT Asuransi Sompo Japan Nipponkoa Indonesia, PT Asuransi MSIG Indonesia, PT Asuransi Allianz Utama Indonesia, PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Astra Buana, PT Asuransi Wahana Tata, dan PT Asuransi Jasa Indonesia.

Selama ini AAUI pun masih memasukkan data premi asuransi gempa bumi ke dalam kategori asuransi harta benda. Oleh karena itu, kalau hendak melihat representasi pertumbuhan premi asuransi gempa, sebagai acuannya adalah pertumbuhan premi reasuransi dari PT Reasuransi Maipark Indonesia. Pada tahun lalu, khusus gempa bumi, Maipark mencetak laba sebesar Rp51 miliar dengan perolehan premi reasuransi mencapai Rp221 miliar.

Presiden Direktur Maipark Yasril Y. Rasyid menuturkan, Maipark meraih premi reasuransi gempa bumi sebesar Rp103 miliar pada semester 1-2015. Untuk tahun ini, Maipark menargetkan pencapaian premi reasuransi senilai Rp287 miliar. Jumlah ini bakal meningkat 29,86% (year on year) dibandingkan pada 2014.  Ia optimistis target tersebut akan tercapai,  terlebih dengan adanya SE OJK No. 21/2015, yang dapat mendukung peningkatan premi reasuransi gempa bumi.

Penulis: Eko Sumardi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: