Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Kalau PDI-P Jadi Parpol Tukang Stempel, Bisa Rusak Negara'

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Sukur Nababan mengkritisi opini yang berusaha dibangun bahwa tak seharusnya Partai Berlambang Banteng itu menekan pemerintah terlalu keras untuk melaksanakan rekomendasi DPR terkait hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI.

Menurut Sukur, PDI-P selalu mengusung dan mempercayai Presiden Jokowi sejak masih wali kota sampai presiden dengan berbasis keyakinan ideologis. Mendukung Jokowi, kata Sukur, bukan berarti PDI-P hanya sebagai partai tukang stempel pemerintahan.

"Tugas kita menjaga ideologi dan Trisakti sekaligus menjaga seluruh kader agar selalu berada di garis ideologi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Bayangkan kalau PDI-P hanya sekedar tukang stempel, bagaimana rakyat mempercayai kita? Tentu partai harus mengingatkan ketika UU dan ideologi tak dilaksanakan," ujar Sukur dalam pesan tertulisnya kepada Warta Ekonomi, Rabu (23/12/2015).

Karenanya, Sukur menilai salah bila PDI-P diopinikan hendak menyerang Jokowi-JK ketika mendesakkan pelaksanaan rekomendasi Pansus Pelindo II DPR RI. Bukan juga karena dendam tertentu kepada sosok Menteri BUMN Rini Soemarno yang dalam rekomendasi diberhentikan dari jabatannya.

"Rini itu terlalu kecil. Urusan kita kebangsaan dan undang-undang. Jangan disamakan kelasnya Rini dengan partai ini. Justru kami menunjukkan bahwa kami bukan partai tukang stempel. Janganlah kebijakan salah tetap didukung, bisa hancur negara ini. Kebijakan yang benar pasti kita back up. Tetapi yang salah harus dikoreksi benar dan diingatkan," kata Sukur.

Dia juga menekankan rekomendasi sesuai hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI itu wajib dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi-JK, termasuk apabila salah satu konsekuensinya adalah reshuffle kabinet terkait kinerja Rini Soemarno yang dinilai telah melanggar aturan perundang-undangan.

Diingatkannya, rekomendasi DPR RI adalah konstitusional karena dilaksanakan berdasar UU, yakni UU MD3. Di UU itu ada aturan penggiunaan hak angket, yakni menyelidiki indikasi pelanggaran aturan perundang-undangan dalam sebuah permasalahan.

Pansus Pelindo II kemudian bekerja untuk melihat kebenaran dugaan awal di mana hasilnya melahirkan rekomendasi. Sesuai aturan, rekomendasi itu adalah salah satu alat parlemen melakukan pengawasan terhadap pemerintahan.

"Maka kalau hasil penyelidikan pansus tak didengarkan, tentu akan bisa meningkat ke hak DPR lainnya. Itu jelas di UU MD3. Kalau tak didengarkan pemerintah maka DPR bisa masuk ke hak menyatakan pendapat yang berkonsekuensi ke pemakzulan. Tentu kalau temuan pansus adalah menteri melanggar UU,menjadi tanggung jawab presiden memberhentikan menteri yang melanggar. Itu politiknya. Secara hukum, ada penegak hukum yang bisa bekerja menelusuri dugaan pelanggaran aturan," jelasnya.

Sukur menekankan bahwa ketika pemerintah hanya menganggap rekomendasi Pansus Pelindo sebagai sekedar "saran politik" maka sama saja menafikan UU. "Itu blunder," tegas Sukur.

Rekomendasi DPR RI itu di antaranya pemerintah menghentikan kontrak perpanjangan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT), pengembalian status karyawan yang dipecat, hingga soal penggunaan hak prerogatif presiden memecat Menteri BUMN Rini Soemarno.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: