WE Online, Jakarta - Di tengah euforia aplikasi bikinan lokal di era digital sikap akan pentingnya hak paten ternyata belum menjadi hal prioritas bagi para developer (pengembang) aplikasi di Indonesia.
Hal itu diungkapkan CEO Dicoding Indonesia Narenda Wicaksono kepada Warta Ekonomi di Bilangan Senayan, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Menurut Renda, pengurusan hak paten sesungguhnya sudah sederhana, yaitu ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM. Kendati begitu, tidak banyak developer yang mengurusnya. Renda pun tidak begitu tahu apa yang menjadi penyebab munculnya sikap demikian di kalangan developer.
"Tidak banyak developer yang ngurusin hak paten. Seringnya kalau urusan itu (hak paten) berantem sama developer luar, Tiongkok," ucapnya.
Dia menambahkan bahwa umumnya perselisihan soal paten di bidang aplikasi menyasar dua hal, yaitu nama dan logo. Meskipun begitu, penyelesaian persoalan antarpengembang lokal lebih mudah ketimbang nantinya terjadi perselisihan antara developer lokal dengan developer luar, misal Tiongkok.
"Lebih kepada tangible asset, nama dan logo. Misalkan, aplikasi game Angry Bird itu kan ada yang bikin boneka Angry Bird tanpa izin (dari Angry Bird). Atau aplikasi Manchester United, itu merchandise dibuat tanpa izin," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Febri Kurnia
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement