Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Grand Indonesia Pastikan Taat Aturan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Kuasa hukum Grand Indonesia, Juniver Girsang, menyatakan kliennya selalu taat pada aturan dan prosedur hukum terkait pengusutan perjanjian "build, operate and transfer" (BOT) lahan Hotel Indonesia yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kami adalah warga negara yang patuh pada hukum dan peraturan perundang-undangan. Tidak benar bahwa klien kami mangkir dari pemanggilan Kejaksaan Agung tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis (24/3/2016).

Juniver mengemukakan hal itu untuk meluruskan sejumlah informasi yang berkembang di media massa bahwa Grand Indonesia mangkir dari pemeriksaan Kejagung.

"Tidak betul bahwa Presiden Direktur PT Grand Indonesia Tesa Natalia Hartono sudah dua kali mangkir dari panggilan Kejagung dalam kapasitas sebagai saksi," katanya.

Menurut Juniver, Tesa sudah dipanggil sebanyak empat kali oleh Kejaksaan Agung dan telah memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi selama kurun Maret 2016. Satu kali pemeriksaan tidak dihadiri karena alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Alasan kesehatan. Ada indikasi bahwa klien kami harus melakukan observasi kesehatan," katanya.

Kejagung pada Rabu (23/3)mengagendakan pemeriksaan terhadap 14 saksi, salah satunya Tesa. Namun Tesa dan tujuh orang saksi lainnya yang berasal dari Tim Akselerasi Pengembangan Perusahaan PT HIN, yakni Benny Subianto, Stiya Darmaatmadja, K Sudiarto, Hadi Sungkono, Ernan Yuliarto serta Suhartini Tarigan, tidak hadir.

Kewajiban Terkait tudingan bahwa pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski menyalahi aturan, Juniver menjelaskan, tudingan itu tidak benar.

Berdasarkan perjanjian BOT tahun 2004 antara pihak PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)/Grand Indonesia dan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN), disebutkan bahwa Grand Indonesia (GI) diminta mengembangkan kawasan HI dan Inna Wisata dengan kewajiban berinvestasi setidaknya Rp1,26 triliun untuk membangun gedung dan fasilitas penunjang.

"Gedung dan fasilitas penunjang antara lain pusat perbelanjaan, hotel dan bangunan-bangunan lainnya berikut fasilitas parkir dan fasilitas penunjang lainnya," kata Juniver.

Dengan adanya kata "antara lain" dan "bangunan-bangunan lainnya," kata dia, GI dimungkinkan untuk membangun gedung perkantoran dan apartemen.

Juniver menegaskan, hal tersebut juga sudah dipresentasikan dan atas sepengetahuan pihak HIN dan secara nyata di dalam perjanjian juga sudah disebutkan secara tegas bahwa CKBI/GI diperkenankan membangun perkantoran dan apartemen.

"HIN memperoleh keuntungan dengan dibangunnya gedung perkantoran dan apartemen karena perjanjian antara HIN dan GI adalah perjanjian BOT sehingga dengan dibangunnya perkantoran dan apartemen, HIN akan memperoleh nilai aset yang jauh lebih besar dari yang seharusnya di akhir masa BOT, yakni dari Rp1,26 triliun naik menjadi Rp5,5 triliun," katanya.

Dia menambahkan, investasi yang sudah dilakukan oleh CKBI/GI hingga saat ini mencapai Rp5,5 triliun.

Juniver mengatakan kompensasi tahunan yang diterima HIN tidak berkorelasi dengan banyaknya gedung yang dibangun oleh Grand Indonesia. Kompensasi tahunan tersebut berkorelasi dengan azas pemanfaatan tanah, yaitu berupa manfaat nilai tanah, bukan dari nilai gedung.

"Dengan demikian kalau dicermati, dengan cerdas dan niat baik, bagi setiap orang pasti memahami arti BOT sebagaimana yang dibuat dan ditandatangani oleh PT CKBI/GI dengan HIN. Apabila masa perjanjian sudah berakhir, seluruh bangunan yang ada di tanah yang dimanfaatkan oleh CKBI/GI menjadi milik sepenuhnya PT HIN," kata Juniver. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: