Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Inilah Fakta Pertumbuhan Rumah Ibadah di Indonesia

Oleh: ,

Warta Ekonomi -

WE.CO.ID – Surat terbuka Franz Magnis Suseno yang berisi protes atas pemberian Penghargaan Negarawan Dunia dari satu lembaga dii New York, Amerika Serikat, dinilai menafikan fakta-fakta di lapangan. Apa itu?

Romo Magnis atau Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis mengirim surat terbuka untuk The Appeal of Conscience Foundation (ACF). Isinya memprotes pemberian penghargaan World Statesman untuk Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ACF. Lembaga tersebut dinilai tidak patut memberikan penghargaan itu kepada SBY.

“Rencana (pemberian penghargaan) itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas,” tulis yang dalam suratnya memperkenalkan diri sebagai seorang pastor Katolik dan profesor Filsafat dari Jakarta.

“Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia? Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden.”

“Apakah Anda tidak tahu tentang kesulitan umat Kristen untuk berkembang dan mendapatkan izin membuka tempat ibadah, tentang meningkatnya jumlah penutupan paksa terhadap gereja-gereja, tentang banyaknya regulasi yang membuat kaum minoritas lebih sulit beribadah kepada Tuhan, serta intoleransi tumbuh begitu pesat di tingkat akar rumput?” lanjut pria kelahiran Eckersdorf, Silesia, Jerman (kini Bo?ków, Nowa Ruda, Polandia), 26 Mei 1936 itu.

Surat yang ditulis untuk ACF itu menuai protes keras dari sejumlah kalangan, khususnya dari lingkaran dalam Istana Kepresidenan. Mereka antara lain Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial Andi Arief. Surat Romo Magnis dinilai lebih berbau provokatif ketimbang masukan konstruktif untuk memperbaiki kehidupan umat beragama di Tanah Air.

“Surat Romo Magnis seakan-akan di negara Indonesia toleransi dalam keadaan mati. Demokrasi membunuh kebebasan beragama. Seolah-olah itulah masalah kita sehari-hari,” kata Andi.

Mantan aktivits gerakan bawah tanah di akhir era Orde Baru itu menuding ada kampanye sistematis di dunia internasional yang memposisikan di Indonesia seolah-olah ada ketegangan yang mendalam dalam beragama dan presidennya dianggap diam.

“Generalisasi Magnis dan black propaganda terhadap Presiden oleh Magnis kurang pantas dan tidak sesuai fakta. Kehidupan beragama di Indonesia justru penuh toleransi bahkan terhadap mereka yang tidak beragama. Padahal, Indonesia tidak mengenal kebebasan tidak beragama,” ujar Andi.

“Perizinan pembangunan rumah ibadah tidak susah. Buktinya pertumbuhan rumah ibadah lainnya bertambah.”

Andi kemudian memaparkan data yang menunjukkan semua agama memperoleh hak yang sama untuk membangun rumah ibadah. Berikut fakta-fakta pertumbuhan jumlah rumah ibadah selama Era Reformasi yang bergulir sejak 1998:

  • Gereja Katolik bertambah 153% dari 4.934 menjadi 12.473.
  • Gereja Protestan bertambah 131% dari 18.977 menjadi 43.909.
  • Vihara bertambah 368% dari 1.523 menjadi 7.129.
  • Pura Hindu meningkat 475,25% dari 4.247 menjadi 24.431.
  • Masjid bertambah 64% dari 392.044 menjadi 643.843.

Mengutip data Kementerian Agama, Andi Arief lantas memaparkan statistik jumlah penduduk dan rumah ibadah di Indonesia sebagai berikut:

  • Umat Islam 207.176.162, jumlah masjid 239.497.
  • Umat Kristen 16.528.513, jumlah gereja 60.170.
  • Umat Katolik 6.907.873, jumlah gereja 11.021.
  • Umat Budha 1.703.254, jumlah vihara 2.354.
  • Umat Hindu 4.012.116, jumlah pura 24.837.
  • Umat Konghucu 117.091, jumlah kelenteng 552.

Sementara itu, di Jakarta, misalnya, di sejumlah tempat ditemukan rumah ibadah, seperti masjid dan gereja berdiri berdampingan secara damai selama puluhan tahun berdiri. Hal itu antara lain terlihat di kawasan Gambir atau Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Di sana berdiri megah Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral. Juga di kawasan Kali Pasir, Senen, Jakarta Pusat, berdiri masjid dan gereja protestan yang cukup megah di tengah-tengah permukiman padat penduduk.

 

Di sejumlah kota, juga terjadi saling bergantian jaga antarumat beragama saat ada peringatan hari besar agama. Misalnya, saat Natal, sekelompok umat Islam turut menjaga keamanan dan kekhidmatan kaum Nasrani merayakan hari besar tersebut. Begitu pula sebaliknya ketika peringatan Hari Raya Idhul Fitri maupun Idhul Adha.

[email protected]

Foto: www.bekasikota.go.id

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Nurcholish MA Basyari

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: