Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertamina Gelontorkan US$12 Miliar Bangun Geothermal

Pertamina Gelontorkan US$12 Miliar Bangun Geothermal Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Denpasar -

PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya Pertamina Geothermal Energy menyiapkan dana sekitar 12 miliar dolar AS untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi berkapasitas 2.267 megawatt pada tahun 2025.

"Melalui Pertamina Geothermal Energy, kami harap nanti tahun 2025 itu kami bisa berkontribusi kepada semua pembangkit listrik panas bumi sekitar 31 persen," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro dalam diskusi terkait energi bersih dan media briefing yang digelar YLKI di Denpasar, Selasa (31/1/2017).

Menurut Wianda pihaknya saat ini tengah agresif mengembangkan energi terbarukan itu untuk perlahan melepaskan diri dari ketergantungan energi fosil.

Saat ini BUMN tersebut tengah menyelesaikan 11 proyek di enam lokasi berbeda tersebar mulai dari Sumatera, Jawa Barat dan Sulawesi di antaranya di Sibayak, Sungai Penuh, Hululais, Lumut Balai, Ulubelu, Kamojang, Karaha, Lahendong.

Wianda mengungkapkan bahwa diprediksi tahun 2025 konsumsi BBM meningkat mencapai 875 ribu barel per hari untuk bensin atau melonjak 57 persen dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 559 ribu barel per hari.

Konsumsi solar juga diprediksi naik tahun 2025 mencapai 113 persen sebesar 684 ribu barel per hari dari konsumsi 2015 mencapai 321 ribu barel per hari.

Dengan adanya proyek tersebut, diharapkan geotermal dapat menghemat konsumsi BBM sekitar 107,5 ribu barel setara minyak per hari.

Selain itu dapat memenuhi kebutuhan listrik sekitar 984 ribu keluarga (kapasitas terpasang 492 megawatt per Juli 2016) dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 6,4 juta ton setara CO2 per tahun.

Indonesia, lanjut Wianda, memiliki potensi geotermal yang melimpah sekitar 40 persen komposisi dunia atau sekitar 29 gigawatt menjadikan terbesar ketiga di dunia namun pemanfaatannya masih rendah yakni di bawah lima persen. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: