Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ruas Tol Baru, Solusi atau Tambah Kemacetan?

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Sebagaimana telah diberitakan di banyak media massa, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama pada 25 Juli 2014 menyatakan pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota harus segera dilaksanakan dalam rangka menyambut Asian Games 2018.

Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menegaskan, Jakarta tidak membutuhkan enam ruas tol dalam kota yang pembangunannya telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Di kota-kota dunia yang berpenduduk di atas tiga juta orang tidak ada kemacetan yang terselesaikan dengan membangun jalan apalagi ruas jalan tol," kata Agus Pambagio dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (12/9/2014).

Menurut Agus, pihaknya menegaskan bahwa sejak awal kebijakan membangun ruas jalan tol sudah tidak disetujui oleh banyak pihak. Untuk itu, ujar dia, solusi yang dibutuhkan guna mengatasi kemacetan di kota yang populasinya sangat padat seperti Jakarta adalah dengan membangun angkutan umum publik yang tertata dan terkelola dengan baik.

"Angkutan umum harus aman dan nyaman, terintegrasi dengan baik serta memiliki jadwal," katanya.

Ia berpendapat, dengan segala kekurangannya, angkutan umum seperti Transjakarta dan KRL Commuter Line sangat bermanfaat bagi transportasi Jabodetabek. Dengan demikian, Agus dengan didukung beberapa lembaga swadaya masyarakat ingin mengirim kartu pos yang berisi penolakan terhadap pembangunan ruas jalan tol tersebut.

"Kami menegur Wakil Gubernur DKI Ahok (Basuki Tjahja Purnama) untuk lebih memperhatikan lagi kebutuhan masyarakat," katanya.

Agus juga mengungkapkan bahwa PT Jakarta Toll Development bukanlah BUMD tetapi merupakan perusahaan swasta murni. Untuk itu, ia juga menginginkan pihak DPRD DKI dapat memanggil perusahaan tersebut untuk menjelaskan struktur permodalan dan bila ada dugaan dana APBN ikut digunakan, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga diharapkan untuk dapat mengauditnya.

"Ada baiknya Badan Pemeriksa Keuangan mulai bergerak dan mengaudit," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Intrans) Darmaningtyas mengatakan, pihaknya menjadi "agak marah" karena telah ditandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terhadap pembangunan enam ruas jalan tol yang akan dikerjakan secara serentak.

Darmaningtyas mengingatkan bahwa dalam kampanye saat Pilkada DKI Jakarta, pasangan Jokowi-Ahok menyatakan menolak pembangunan ruas jalan tol tersebut. "Kami hanya ingin menagih agar tepat pada janjinya," katanya.

Kuatkan transportasi massal Seharusnya, menurut Agus Pambagio, DKI Jakarta lebih membutuhkan penguatan transportasi massal berbasis rel mengingat banyak warganya tinggal di daerah penyangga Jabodetabek.

"Dengan pergerakan manusia di Jakarta sebanyak 18 juta di siang hari, Jakarta lebih membutuhkan transportasi massal khususnya berbasis rel," ujarnya.

Agus memaparkan transportasi massal berbasis rel yang perlu diperkuat adalah seperti MRT (Mass Rapid Transit) yang kini sedang dibangun atau KRL Commuter Line. Transportasi massal itu, ujar dia, juga dapat diperkuat dengan mengoptimalisasi moda busway antara lain dengan melakukan penambahan koridor dan armada bus. Sedangkan Darmaningtyas mempertanyakan konsistensi dari kebijakan yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ia mencontohkan, Pemprov DKI menyetujui kebijakan ERP ("Electronic Road Pricing"/Jalan Berbayar Elektronik) yang diperkirakan berdampak mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Namun pada saat yang bersamaan, lanjutnya, Pemprov DKI juga menyetujui pembangunan enam ruas tol jalan dalam kota yang sama saja membuat penggunaan kendaraan pribadi berpotensi untuk semakin bertambah.

Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengemukakan, proyek jalan tol selain memindahkan kemacetan juga akan dibangun sebanyak 85 persen di atas lahan hijau sehingga meningkatkan polusi dan mengancam kesehatan masyarakat. Selain itu, jalan tol tersebut diperkirakan hanya akan menimbulkan kemacetan baru khususnya di akses tol seperti yang telah terjadi di JORR W2.

Meski lintasan transportasi publik diberitakan bakal diakomodir di jalan tol tersebut dengan diadakannya moda bus tetapi timbul permasalahan yaitu bagaimana proses naik turun penumpang. Bakal dilalui BRT Sebelumnya, PT Jakarta Tollroad Development (JTD) menyebutkan enam ruas tol dalam kota yang akan dibangun dengan konsep layang juga akan dapat dilalui transportasi masal Bus Rapid Transit (BRT).

"Nantinya, BRT dengan konsep ulang alik bisa beroperasi di jalan tol tersebut. Bus akan selalu berada di tol itu, dan tidak akan turun ke jalan reguler yang ada di bawahnya," kata Direktur Utama PT JTD Frans Sunito di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2014).

Dengan kata lain, menurut dia, enam ruas tol yang akan dibangun di wilayah DKI Jakarta tidak hanya diperuntukkan bagi kendaraan pribadi, tetapi juga angkutan umum.

"Bus ulang alik itu artinya bus hanya akan beroperasi dari satu ujung tol ke ujung tol lainnya. Jadi, bus itu ada di dalam ruas tol terus, tidak pernah keluar," ujar Frans.

Meskipun demikian, dia menuturkan tidak ada jalur khusus untuk dilalui bus tersebut dalam operasionalnya, melainkan hanya berupa sebuah tempat perhentian kecil (bus bay) yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Dia mengungkapkan bus ulang-alik tersebut akan disediakan oleh PT JTD. Namun, pihaknya belum melakukan penghitungan terkait nilai investasi, jumlah serta jenis armada yang dibutuhkan.

"Yang pasti, nanti jarak antarbus akan diatur setiap 10 menit. Kemudian, jarak antarbusbay tidak terlalu dekat dan bersinggungan dengan lokasi moda transportasi lainnya, seperti halte bus Transjakarta dan stasiun kereta api," ungkap Frans.

Dia menambahkan bus bay akan dibangun dengan model yang menjorok keluar dari keenam ruas jalan tol tersebut, sehingga tidak mengganggu kendaraan lain ketika bus itu berhenti. Tol urai kemacetan Sebelumnya, jalan tol lingkar luar Jakarta (JORR) ruas Ciledug-Ulujami yang telah beroperasi sejak 22 Juli 2014 dipuji pihak pengembang Sinar Mas Land karena memperlancar akses ke area residensial BSD City, Tangerang Selatan.

"Tidak banyak yang tahu kalau BSD City bisa ditempuh lebih mudah dan lebih cepat dengan dibukanya JORR W2 Utara (ruas Ciledug - Ulujami)," kata Managing Director Corporate Strategy and Services Sinar Mas Land Ishak Chandra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (18/8/2014).

BSD City merupakan properti kota mandiri seluas 6.000 hektare di selatan Jakarta yang dikembangkan oleh perusahaan pengembang Sinar Mas Land.

Menurut Ishak Chandra, bertambahnya dan makin mudahnya akses baik yang menuju BSD City maupun yang keluar dari kawasan tersebut tentu semakin mempermudah masyarakat dalam beraktivitas. Hal itu, ujar dia, membuat nilai BSD City sebagai kawasan hunian sekaligus kota terencana menjadi bertambah, terutama dari segi kenyamanan dalam berpergian.

"Masyarakat bisa merasakan sendiri bahwa kini BSD City dapat dengan mudah diakses dari segala arah, bahkan perjalanan dari bandara Soekarno Hatta, Pluit, Kebon Jeruk, Permata Hijau, Kebayoran dan TB Simatupang menuju BSD City atau sebaliknya, kini dapat ditempuh dalam waktu jauh lebih cepat," katanya.

Ia berpendapat, keberadaan jalur baru dalam rangkaian JORR itu bisa dirasakan langsung oleh masyarakat di area Jakarta dan Tangerang Selatan karena semakin banyak alternatif arah yang bisa menjadi pilihan masyarakat untuk menuju BSD City ataupun Jakarta.

Sedangkan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan operasionalisasi Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) segmen Ciledug-Ulujami yang diresmikan di Jakarta, Senin, akan membantu mengurangi tingkat kemacetan.

"Kami meyakini tol ini akan memberikan kontribusi cukup besar guna mengurangi kepadatan lalu lintas," kata Djoko Kirmanto saat meresmikan ruas tol JORR W2 Utara segmen Ciledug-Ulujami di Jakarta, Senin (21/7/2014).

Selain itu, ujar dia, dengan peresmian segmen itu maka juga menghubungkan beberapa ruas jalan tol yang lain yaitu tol Jakarta-Cikampek, tol Jagorawi, tol Jakarta-Tangerang, dan tol Ir Soedyatmo. Persoalan apakah ruas tol efektif dalam mengurai atau malah menambah kemacetan karena semakin merangsang banyaknya penggunaan kendaraan pribadi memang dapat diperdebatkan.

Namun, pemerintah jangan langsung mengabaikan penguatan transportasi massal yang dinilai digunakan oleh lapisan masyarakat secara lebih meluas dibandingkan jalan tol. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: