Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Anshori Siregar menegaskan partainya menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (18/03/24).
“Terdapat aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi keinginan untuk memiliki Walikota dan Bupati serta DPRD Tingkat Kota dan Kabupaten, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, menyatakan MENOLAK Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta,” tegas Anshori dikutip dari laman fraksi.pks.id.
Menurut Anshori, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan RUU baru yang diusulkan.
“RUU ini merupakan respons dari UU Ibukota Negara atau UU yang telah disahkan tahun lalu. UU IKN menjadikan Ibukota dipindahkan dari Jakarta ke Daerah Otorita IKN yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur,” pungkasnya.
Pemindahan ibukota ini, kata Anshori, menjadikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tidak lagi relevan.
Sehingga perlu ada aturan hukum terbaru, dengan mengganti UU No. 29 Tahun 2007 Tentang DKI Jakarta, dengan UU yang lebih up to date dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada.
“Meski ibukota tidak lagi berada di Jakarta, kondisi Jakarta tidak sama dengan provinsi-provinsi lainnya. Jakarta dengan luas wilayah 661,5 km² memiliki penduduk sebesar 10.562.088 orang, dengan tingkat kepadatan mencapai 14.555/km2, tertinggi se-Indonesia. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,” jelasnya.
Lanjut Anshori, Jakarta merupakan kota yang menjadi pusat ekonomi di Indonesia, sebab Jakarta berkontribusi sebesar 17,23% terhadap PDB nasional yang mencapai Rp 4.175,8 triliun pada kuartal II-2021. PDB Jakarta sendiri mencapai 300 miliar USD, terbesar di Indonesia.
Outstanding kredit di DKI Jakarta mencapai 29 persen dari kredit nasional dan simpanan masyarakat di DKI Jakarta mencapai 49 persen dari total simpanan nasional.
“Selain itu, markas besar BUMN dan Perusahaan Multinasional rata-rata berada di Jakarta, begitupula dengan bursa saham dan bank sentral. Jakarta merupakan kota yang memiliki tantangan yang hebat. Kepadatan penduduk yang besar telah menciptakan banyak masalah, mulai dari kemacetan (kota termacet ke 29 di dunia), hingga tantangan geografis seperti penurunan tanah, pencemaran lingkungan dan banjir. Diyakini, Jakarta akan terendam pada tahun 2030,” jelasnya.
Berbagai masalah yang kompleks ini, lanjut Anshori, tentu tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan yang biasa dan dengan penyusunan serta pembahasan yang cepat. Apalagi, masalah Jakarta tidak hanya terkait dengan daerahnya sendiri, melainkan terkait dengan kota-kota lainnya yang menjadi penyangga, seperti Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi. Wilayah Jabodetabek sangat terkait satu sama lain karena kondisi geografis yang berdekatan.
Alasan Menolak
“Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta adalah sebagai berikut:
Pertama, Fraksi PKS berpendapat penyusunan dan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang tergesa-gesa karena seharusnya sudah lebih dahulu ada sebelum adanya UU Ibu Kota Negara berpotensi menimbulkan banyak permasalahan karena penerapan UU Pemerintahan Daerah pada Jakarta membutuhkan banyak penyesuaian dan membutuhkan masa transisi yang panjang,” tandasnya.
Baca Juga: PKS Sebut Proyek Food Estate Tidak Ada Manfaatnya bagi Ketahanan Pangan Nasional
Kedua, imbuh Anshori, Fraksi PKS berpendapat bahwa masih perlu dikaji lebih mendalam tentang posisi Jakarta yang dalam RUU ini bertumpuk-tumpuk dengan berbagai sebutan dan posisi.
“Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation),” tegas Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Keempat, lanjutnya, Fraksi PKS berpendapat bahwa Memaksakan pembahasan bermasalah secara hukum pembentukan perundang-undangan karena sudah lewat waktu sejak UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022.
“Terdapatnya cacat procedural termasuk mempertaruhkan substansi pengaturan, juga akan berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan undang-undang Jakarta. Ketiadaan atau rendahnya partisipasi masyarakat akan menyebabkan lemahnya legitimasi undang-undang tersebut,” tegasnya.
Kelima, lanjut Anshori, Fraksi PKS berpendapat apabila status ibukota negara beralih dari Jakarta, maka sudah seharusnya Jakarta terdiri atas wilayah kota otonom yang semula bersifat administratif.
“Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa klausul tentang pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur perlu dipertahankan yakni Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih secara berpasangan melalui pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” urai Anshori.
Ketujuh, imbuhnya, Fraksi PKS berpendapat banyak permasalahan dalam pengaturan subtansi yang penting.
“Fraksi PKS memandang bahwa pelibatan sebuah lembaga adat dan kebudayaan Betawi ini sangatlah penting dalam upaya pemajuan kebudayaan Betawi dan menjadi lembaga yang punya peran strategis dalam memperkuat ketahanan budaya di tengah derasnya arus budaya asing yang masuk ke tengah-tengah masyarakat,” terang Anshori.
Kedelapan, lanjut Anshori, Fraksi PKS berpendapat bahwa belum terlihat aturan yang berupaya memberikan kekhususan bagi Jakarta.
Fraksi PKS, kata Anshori, menginginkan terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila, hukum di Indonesia harus dapat menjamin bahwa pembangunan dan seluruh aspeknya didukung oleh suatu kepastian hukum yang berkeadilan.
“Untuk itu, RUU tentang Daerah Khusus Jakarta telah lewat waktu dan perlu dikaji lebih lanjut terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah, serta wewenang khusus pada Pemerintah Provinsi Jakarta. Tujuannya adalah agar tidak menimbulkan pertentangan dan kecemburuan dari daerah-daerah lainnya dan tidak menambah permasalahan yang kompleks di Jakarta,” ungkapnya.
Menimbang hal yang dipaparkan, imbuh Anshori, yakni waktu yang mepet karena seharusnya kajiannya mesti seksama. Beberapa pembahasan maju mundur, misalnya Gubernur yang diangkat atau ditunjuk Presiden dan sekarang dipilih melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada), awalnya Pilkada dengan suara terbanyak sekarang mesti 50%+1.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Advertisement