Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Siapkah Pemuda Indonesia Hadapi MEA? (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diberlakukan pada seluruh kawasan negara yang tergabung dalam Asosiasi Negara Asia Tenggara mulai tahun 2015 mendatang. Kesepakatan regional ini dibuat sebagai upaya untuk menciptakan kawasan yang stabil dengan perkembangan ekonomi yang adil guna mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Selain pemberlakuan perdagangan bebas, sistem integrasi ekonomi itu akan membuat sejumlah tenaga profesional tidak lagi terhalang untuk bekerja maupun membuat usaha di wilayah negara anggota ASEAN lain. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana kesiapan daya saing pemuda Indonesia menghadapi MEA mengingat generasi tersebut menjadi tonggak kehidupan kompetisi usaha maupun karier Indonesia di masa mendatang.

Ketua Parekraf BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erik Hidayat mengatakan kompetisi di bidang perdagangan dan usaha kecil yang dijalankan oleh para pemuda dalam negeri masih mengkhawatirkan. "Para pemuda yang biasanya merupakan pengusaha pemula mengaku khawatir kelak tak dapat bersaing dengan profesional negara ASEAN lain dalam menjual produk ketika MEA sudah diberlakukan," kata Erik.

Menurut Erik, keresahan ini disebabkan oleh perasaan traumatik yang mereka hadapi ketika perjanjian ACFTA diberlakukan pada 1 Januari 2010. ASEAN-China Free Trade Area merupakan kerja sama perdagangan bebas antara masyarakat Asosiasi Asia Tenggara dengan Tiongkok.

Di dalam kesepakatan tersebut terdapat kebijakan di mana tarif masuk barang dikurangi hinggga dihapuskan menjadi nol persen sehingga produk Tiongkok membanjiri Indonesia dan berhasil untuk menarik pangsa pasar lebih besar karena harga yang murah. Selain lebih murah, produk Tiongkok berupa makanan, mainan anak, dan pakaian yang lebih variatif telah menggeser minat pasar nasional kepada barang-barang tersebut sehingga sejumlah pengusaha pemula dalam negeri banyak yang gulung tikar pada periode 2010-2011.

Ketakutan akan terulangnya kerugian akibat perdagangan bebas membuat sektor usaha kurang diminati kaum muda. Padahal, peluang untuk memperluas pasar lokal menuju pasar internasional terbuka lebar dengan adanya MEA.

"Sebaiknya pemerintah mempersiapkan regulasi yang baik untuk melindungi usaha pemula ini sehingga pemuda melihat ada perlindungan dari pemerintah bagi usaha baru dan bermodal sedikit," ujar Erik.

Pada kesempatan lain, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Eddy Kuntadi menilai persiapan daya saing masyarakat Indonesia, khususnya pemuda, menjelang pemberlakuan kesepakatan tersebut masih belum optimal. "Indonesia masih belum siap menghadapi MEA. Masih banyak persiapan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pemuda Indonesia menjelang penerapan MEA," ujar Eddy.

Eddy menilai masyarakat yang tidak kuat menahan persaingan antarbangsa ini kelak terancam kalah dalam pekerjaan, perdagangan, maupun pengetahuan, sehingga akan merugi. Terkait dengan hal ini, politikus Partai Golkar tersebut mengatakan pemerintah sedikit terlambat membangun sejumlah sektor kepemudaan berupa tempat pelatihan padat karya yang akan meningkatkan kemampuan muda-mudi Indonesia untuk mengungguli pesaing dari negara lain.

"Pemerintah seharusnya lebih cepat mengidentifikasi peluang pemuda kita dalam sistem kerja sama ekonomi ini sehingga dapat lebih cepat membekali mereka dengan keahlian-keahlian yang dapat diunggulkan," ujar Eddy.

Menurutnya, persiapan pemuda ini dinilai terlambat akibat kurangnya koordinasi antarkementerian dan sektor swasta untuk bekerja sama mengupayakan peningkatan kemampuan kaum muda. Hal ini terjadi akibat adanya ego sektoral yang masih mementingkan bidang masing-masing sehingga integrasi antarkementerian tidak terwujud.

"Kondisi di mana para pemuda tidak memiliki kemampuan kompetisi yang baik ini berbahaya. Hal ini karena mereka yang akan langsung merasakan dampak MEA dan mereka juga yang akan membangun kualitas Indonesia mendatang," ujar Eddy.

Sementara itu, mahasiswi dari Universitas Diponegoro Nitya Amalia mengaku dirinya telah mendengar rencana penerapan MEA pada tahun mendatang di mana hal tersebut kerap disosialisasikan pada beberapa seminar di salah satu perguruan tinggi Semarang itu. Selain itu, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ini juga mengaku dirinya mendapat pengetahuan mengenai MEA dari pengajaran dosen yang mengampu mata kuliah internasional di kampus tersebut.

Namun, selama ini, menurut Nitya, pihak kampus belum memberikan pelatihan khusus sebagai upaya meningkatkan kemampuan bersaing para mahasiswanya di bidang bahasa maupun usaha kreatif. "Secara pribadi saya siap menghadapi MEA walaupun yang saya ketahui dari MEA hanyalah merupakan sebuah sistem pasar tunggal," ujarnya.

Jadwal penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut secara resmi diberlakukan mulai 31 Desember 2015 atau tertunda 12 bulan dari rencana awal yang rencananya dilaksanakan mulai 1 Januari 2015 karena para pembuat kebijakan ASEAN masih mempersiapkan beberapa peraturan yang diperlukan.

Sejumlah peraturan tersebut mencakup isu-isu yang berhubungan dengan persyaratan visa bagi masyarakat ASEAN yang hendak bepergian di kawasan, hambatan tarif dan nontarif, liberalisasi investasi, serta konektivitas dan transportasi.

Selain itu, topik-topik pengembangan usaha kecil menengah, inisiatif untuk integrasi ASEAN, pengakuan bersama pengaturan layanan profesional dan mobilitas tenaga kerja, serta pembangunan kelembagaan untuk membangun MEA, juga sedang dipersiapkan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: