Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mimpi Infrastruktur Kedaulatan Pangan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Keputusan Presiden RI Joko Widodo menggabungkan Kementerian Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat agaknya ada agenda tersendiri.

Publik menjadi bertanya apakah kira-kira fokus pembangunan ekonomi di sektor infrastruktur dan perumahan rakyat dalam lima tahun ke depan? Ternyata, seperti yang disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono beberapa jam setelah Serah Terima Jabatan dari Menteri PU Djoko Kirmanto dan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, akhir Oktober 2014, menjadi jelas.

"Tugas kami adalah merealisasikan kedaulatan pangan. Itulah fokus kerja kami dalam misi dan visi pemerintah dan menjadi tugas kami," kata Basuki lugas.

Menurut Basuki, arahan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet pertama kabinet, sangat sederhana yakni mewujudkan apa yang sudah disampaikan saat kampanye pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Salah satunya adalah mewujudkan kedaulatan pangan, kemandiran energi dan maritim. Tiga sektor itu dikenal dengan sebutan Trisakti. Ketiga hal itu terperinci dalam nawacita, sembilan program prioritas.

Oleh karena itu, kata Basuki, Presiden mengintruksikan bahwa misi dan visi kementerian itu adalah mendukung program pemerintah sehingga tidak ada lagi, kementerian membuat program sendiri-sendiri, apalagi bila tidak terhubung dengan program pemerintah.

Tentu saja, dalam konteks itu mendukung kedaulatan pangan itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian.

Konkretnya, kata mantan Dirjen Tata Ruang Kementerian PU ini, hingga saat ini pemerintah berencana membangun 49--50 waduk di seluruh Indonesia, ditambah dengan satu juta hektare jaringan irigasi baru dan tiga juta hektare rehabilitasi jaringan irigasi.

"Targetnya, dalam tiga tahun ke depan, sudah tidak lagi impor pangan," katanya.

Bahkan, Direktur Bina Operasi dan Pembiayaan Dirjen Sumber Daya Air, Kementerian PU-Pera Hari Suprayogi menyebut pada tahun 2015, pihaknya siap membangun enam waduk baru dengan perkiraan investasi mencapai Rp6,2 triliun.

Dana sebesar itu untuk pembiayaan konstruksi saja, sedangkan untuk pembebasan lahan beban anggaran dipikul bersama antara pemerintah pusat dan pemda.

Menurut dia, Indonesia mempunyai potensi air mengalir sebesar 3,9 triliun meter kubik. Sementara itu pemanfaatannya baru mencapai 175 miliar meter kubik.

Oleh karena itu, untuk memperbesar kapasitas air yang dapat ditampung, Kemen PU giat membangun bendungan di sejumlah wilayah. "Upaya ini juga dilakukan sebagai antisipasi kekeringan yang terjadi setiap tahun," tambahnya.

Pembangunan enam bendungan baru tersebut menambah daftar pembangunan bendungan yang direncanakan Kemen PU-Pera karena hingga saat ini sudah terdapat 16 bendungan baru yang sedang dalam tahap penyelesaian.

Sampai akhir 2014, Kemen PU masih akan melakukan pengadaan lima bendungan baru. Dengan demikian, total bendungan yang akan dibangun sampai 2015 berjumlah 21 bendungan.

Bergantung pada Impor Fokus pada kedaulatan pangan ini tampaknya didasari pada alasan strategis, yakni agar Indonesia, untuk kebutuhan pangannya tidak lagi bergantung pada produk impor.

Para pengamat dan peneliti serta pelaku di sektor pangan, selama ini sudah menyuarakan lantang tentang pentingnya kedaulatan pangan ini.

Salah satunya adalah peneliti dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti.

"Derasnya impor ini berakibat terhadap peningkatan angka kemiskinan petani di perdesaan. Selama tiga tahun terakhir ini nilai impor pangan telah mencapai lebih dari 19,2 miliar dolar AS," katanya pada sebuah kesempatan Oktober lalu.

Menurut dia, situasi tersebut diakibatkan masifnya agenda pasar bebas ASEAN yang melakukan pembukaan akses pasar dan investasi asing.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dinilai telah membuka akses pasar pangan secara lebar yang berdampak terhadap menurunnya daya saing petani dan nelayan.

"Selain itu, liberalisasi pangan ASEAN mendorong industrialisasi pangan oleh korporasi sehingga makin memarginalkan petani dan nelayan sebagai produsen pangan nasional," katanya.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), dia menyebutkan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian sebesar 1,53 juta orang terhitung sejak Februari 2012--Februari 2014.

Angka kemiskinan di perdesaan juga masih relatif cukup tinggi, yakni mencapai 14,7 persen pada awal 2014.

Senada dengan Rachmi, Martin dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menambahkan, "Dengan pembukaan pasar akibat MEA 2015, Indonesia semakin merugi." Hal itu karena pencurian ikan yang secara aktif dilakukan oleh empat negara ASEAN, yaitu Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

"Selain itu, pembukaan akses pekerjaan ABK asing yang secara nyata merampas lapangan pekerjaan warga negara Indonesia sebagai salah satu modus pencurian ikan," katanya.

Kunci Hebat Berdasarkan kondisi tersebut, agaknya tidak salah jika Presiden Jokowi--melalui Kabinet Kerja bentukannya--menginginkan agar dengan kebijakan kedaulatan pangan akan menjadi kunci terwujudnya Indonesia Hebat.

Hal itu karena kedaulatan pangan tidak saja mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional, tetapi juga memberi kesempatan kerja dan peluang berusaha yang baru, meningkatkan nilai tukar petani, serta mendorong dinamika pembangunan perdesaan.

"Pemerintahan Jokowi-JK selayaknya memprioritaskan kebijakan kedaulatan pangan," kata pakar pertanian Universitas Syiah Kuala Prof. Dr. Ir. Abubakar Karim.

Dengan kebijakan itu, kata dia, setidaknya bakal ada kecukupan pangan.

Kecukupan pangan sendiri disebut Abubakar menjadi elemen utama bagi terwujudnya Indonesia Hebat. "Kecukupan pangan harus secara simultan didukung oleh jaminan kesehatan, pendidikan yang bisa dinikmati seluruh penduduk minimal sekolah menengah yang pada gilirannya kesejahteraan masyarakat yang meningkat," kata Abubakar.

Abubakar menilai berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan, baik di perkotaan maupun perdesaan. Dana besar hingga aneka subsidi juga telah digelontorkan kepada masyarakat. Namun, belum ada dampak yang signifikan terhadap hal itu.

"Dari pengamatan saya, banyak bantuan yang diberikan kepada masyarakat akhirnya dialihkan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan," kata Abubakar yang juga Ketua Bappeda Aceh ini.

Abubakar menilai pengalihan terpaksa dilakukan karena masyarakat memang membutuhkan pangan.

Karena itu Abubakar mengingatkan pemerintahan baru agar fokus pada kecukupan kebutuhan pangan masyakarat. "Sesuai dengan konsep pembangunan dari pinggiran, mari kita kembangkan kecukupan pangan di desa-desa," kata Abubakar.

Akhirnya, semua kebijakan yang muaranya jelas, tampaknya layak didukung meski padanya kenyataannya hal itu seperti mimpi karena faktanya penyelesaian pembangunan waduk di Indonesia memakan waktu bertahun-tahun, seperti Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, yang hingga kini juga belum selesai. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: