Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Begini Cara Walikota Surabaya Asah Emosional Anak (2)

Warta Ekonomi, Surabaya -

Menurut wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya ini, kegiatan ini tidak berhenti sekali ini. Tetapi akan terus berlanjut dengan melibatkan orang tua, lurah, dan juga ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

"Saya nanti juga akan ketemu dengan RT/RW untuk penangkalan kejahatan seksual ini. Saya akan lakukan dengan anak-anak, psikolog, BNN dan karang taruna," sambung ibu dari dua anak ini.

Parenting Mengasah emosional anak perlu cara agar anak bisa terarah dengan baik. Hal ini disampaikan anggota Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya Reni Astuti. Ia mengusulkan agar kegiatan seminar parenting (pola asuh anak) di sekolah-sekolah yang masuk kategori tidak mampu atau miskin bisa dianggarkan dalam APBD Surabaya.

"Selama ini parenting hanya dilakukan di sekolah-sekolah yang sudah maju, sementara sekolah-sekolah miskin yang kebanyakan di pinggiran kota tidak pernah dilakukan," katanya.

Menurut dia, kegiatan parenting ini cukup bagus karena dari itu orang tua mengetahui bagaimana cara membesarkan anaknya dengan baik. Tentunya lebih memahami perkembangan fisik dan mental yang juga meliputi emosional dan sosial anak.

Jika selama ini sekolah-sekolah maju bisa menggelar seminar parenting, lanjut dia, hal itu dikarenakan sekolah tersebut mampu secara finansial menggelar seminar. Sedangkan sekolah yang tidak mampu akan kesulitan hal itu.

"Tentunya harus ada intervensi dari pemerintah agar menganggarkan parenting untuk sekolah sekolah yang tidak mampu," ujarnya.

Selain itu, Pemkot Surabaya bisa melibatkan elemen masyarakat atau perusahaan melalui program Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). "Mereka bisa melakukan parenting di sekolah sekitar. Ini bukti pengabdian mereka ke masyarakat," katanya.

Tentunya, lanjut dia, Pemkot Surabaya harus bisa memetakkan sekolah di wilayah mana saja yang tidak bisa disentuh oleh CSR, baru setelah itu pemkot bisa memutuskan sekolah mana saja yang bisa dianggarkan melalui APBD.

Proses Belajar Psikiater dari Universitas Airlangga (Unair) Nalini Muhdi membenarkan bahwa situasi yang dihadapi anak-anak generasi sekarang, jauh lebih berat dibandingkan anak-anak zaman dulu. Sehingga, anak-anak seolah-olah kehilangan kebahagiaannya dengan banyaknya kewajiban yang harus ia selesaikan.

Seharusnya, seperti di negara-negara maju, pengajaran anak sejak kecil, lebih ditekankan pada kognitifnya, yakni lebih mementingkan pada proses belajarnya ketimbang hasilnya.

"Di negara maju, guru pendidikan dasar itu justru professor dan guru senior. Anak-anak diajari kognitif seperti diajak antre di tempat umum untuk menumbuhkan kesadaran agar sabar menunggu dan tidak mengambil hak orang lain atau juga menyeberang jalan di zebra cross," ujarnya.

Karenanya, konsultan RSU Dr Soetomo ini menekankan agar para orang tua dan para guru, mampu untuk memposisikan dirinya sebaga pendengar dari anak-anak. Bukan sebaliknya. Seharusnya, orang tua dan guru tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang lebih tinggi dari anak.

"Kita dengar mereka. Sehingga kita tahu permasalahannya mereka. Sebagai guru, juga jangan menempatkan lebih tinggi. Karena anak-anak itu little professor, apa yang mereka sampaikan itu acapkali benar. Bahkan kadang lebih cerdas dari kita," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) ini. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: