Direktur Center For Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi menyatakan, negara Indonesia berpeluang mengalami shutdown seperti yang dialami Amerika Serikat beberapa waktu lalu. "Hati-hati dengan defisit penerimaan anggaran saat ini. Karena bisa berujung chaos serta berakhir dengan shutdown," ujar Uchok kepada wartawan di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Ia menambahkan, selain melakukan pemangkasan anggaran, pemerintah setidaknya bisa menggunakan rezim pemulihan aset.
"Apakah pemerintahan Joko Widodo ini sadar banyak piutang dan aset terbengkalai di luar sana, seperti aset eks BPPN ataupun aset eks Petral? Hanya melalui pemulihan aset yang optimal, efisien dan akuntabel, niscaya sumber penerimaan negara menjadi maksimal bahkan saya yakin akan lebih besar dari capaian tax amnesty saat ini," ungkapnya.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP - BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2012 disebutkan bahwa pemerintah belum menelusuri keberadaan 18.005 akun aset kredit eks BPPN senilai Rp7,726 triliun dan 843 aset properti Rp1,07 triliun.
Atas kondisi tersebut, kata Uchok, gagasan pembentukan Badan Pemulihan Aset jelas sangat dibutuhkan Kementerian Keuangan saat Negara berada dalam kondisi krisis seperti saat ini. "Kehadiran BPA nantinya akan berfungsi sebagai Asset Recovery Office (ARO) dan Asset Management Office (AMO). Jika Kemenkeu terbantukan mencapai target perolehan dari tax amnesty, terutama dana dari para pengemplang pajak yang menyembunyikan asetnya di luar negeri. Maka treatment pemulihan aset juga akan berlaku untuk hal yang lain," imbuhnya.
Seperti diketahui, pemulihan aset yang dicoba diterapkan oleh Chuck Suryosumpeno saat menjabat Kepala Pusat Pemulihan Aset ketika itu mampu mengoptimalkan capaian PNBP Kejaksaan tahun 2014 hingga Rp3,5 triliun. Maka Uchok pun optimis jika kehadiran BPA di Kemenkeu nantinya dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penyelamatan aset-aset negara, memperbaiki sistem penyelesaian barang rampasan dan aset Negara lainnya menjadi lebih transparan dan akuntabel.
"Dan hasilnya utang negara kita akan sedikit berkurang serta mampu meningkatkan ekonomi domestik Indonesia," tandasnya.
Kemenkeu sendiri selama ini terkendala dalam menagih piutang maupun melakukan tracing aset-aset yang dimiliki pemerintah Indonesia.
Hal tersebut diakui Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Sonny Loho, yang menyatakan bahwa sejak 2007 ada beberapa Kementerian /Lembaga (K/L) yang tidak melaporkan aset secara benar. "Pencatatan aset kita sejak dulu buruk, tidak ada neraca. Laporan kita kan cuma realisasi anggaran per tahun. Asetnya kemana yang dibeli, itu yang selama ini kami pertanyakan!" jelasnya.
"Jadi begitu diaudit, ya ketahuan ada aset negara tapi nggak ada di daftar," tandasnya.
Kehadiran BPA sendiri diharapkan mampu menata kembali piutang maupun aset negara yang sejak dulu belum tercatat, ataupun menghindari berbagai penyalahgunaan yang dimungkinkan terjadi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan kekecewaannya usai membaca laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, di depan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Khususnya terkait inventarisasi aset. "Saya baca ini, tidak gembira. Sepuluh tahun lalu jadi Menkeu, hal ini sebenarnya sudah bagian dari proses. Ada PR (Pekerjaan Rumah) yang harus dilakukan dari sisi inventarisasi, pemanfaatan dan legalisasi aset," kata Sri Mulyani.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement