Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Limbah Medis di Sulsel Capai 10 Ton Per Bulan

Limbah Medis di Sulsel Capai 10 Ton Per Bulan Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Sulsel, Andi Hasbi Nur, menyatakan pemerintah berencana melakukan pengadaan incinerator alias alat pengolah limbah dengan cara pembakaran pada 2017. Incinerator tersebut sangat dibutuhkan mengingat produksi limbah medis di Sulsel menembus 10 ton per bulan. Ironisnya, masih sedikit rumah sakit dan puskesmas yang memiliki incinerator karena harganya sangat mahal.

Berdasarkan data DPLH, tercatat 58 rumah sakit dan 432 puskesmas di Sulsel. Adapun yang memiliki incinerator masih hitungan jari. Di antaranya yakni RS Wahidin Sudirohusodo, RS Unhas, RS Bone, RS Siloam dan RS Vale. Sedang di tingkat puskesmas, rata-rata tidak memiliki alat pengolah limbah medis. "Makanya kami berencana memperadakan incinerator sehingga semua rumah sakit dan puskesmas bisa mengirimkan limbah medisnya untuk diolah," kata Hasbi, Rabu, 8 Februari.

Pengolahan limbah medis, menurut Hasbi, mutlak dilakukan agar tidak menjadi sumber penyakit baru. Permasalahannya, beberapa rumah sakit dan puskesmas kesulitan untuk merealisasikannya sesuai aturan. Rumah sakit dan puskesmas harus mengeluarkan anggaran berkisar Rp35 ribu hingga Rp45 ribu per kilogram dengan menyewa jasa pengumpul limbah medis atau pihak ketiga. "Nantinya kalau pemerintah yang kelola harganya bisa lebih murah berkisar Rp 15 ribu per kilogram."

Hasbi menjelaskan pengadaan incinerator akan dipusatkan di Kawasan Industri Makassar. Untuk pengadaaan alat pengolah limbah canggih tersebut, Pemprov Sulsel mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Namun, tidak dirincinya ihwal alokasi pasti anggaran yang disiapkan lantaran masih dalam proses pembahasan. Saat ini, Pemprov Sulsel masih mempersiapkan dokumen dan perizinan untuk lokasi pengolahan limbah medis tersebut.

Lebih jauh, Hasbi menerangkan kendala pengadaaan incinerator pada tiap rumah sakit dan puskesmas terletak pada pendanaan dan regulasi penggunaan. Kebanyakan fasilitas kesehatan yang memiliki incinerator adalah bantuan dari Kementerian Kesehatan. Sayangnya, penggunaannya kurang optimal lantaran tak bisa memenuhi persyaratan bahwa pembakaran limbah harus dilakukan pada suhu 800 derajat Celcius.

Adapun untuk puskesmas, menurut Hasbi, akan menjadi pemborosan untuk membeli incinerator. "Harga paling murahnya itu Rp1 miliar. Tentu tidak efektif dan efisien mengingat limbah medis di puskesmas tidaklah seberapa, sementara operasional alat pengolah limbah tersebut cukup besar," tutur dia.

Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DPLH Sulsel, Anwar Latief, menambahkan pengelolaan limbah medis memang tidaklah mudah. Bahkan, ketika memiliki incinerator, hasil pembakaran berupa debu masih harus kirim ke Bogor, tepatnya di PT Prasadah Pamuna Limbah Industri. "Limbah medis itu harus dihancurkan dalam kurun waktu 2 x 24 jam," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: