Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Inflasi Bengkulu Sedikit Lebih Tinggu di Semester I

BI: Inflasi Bengkulu Sedikit Lebih Tinggu di Semester I Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Bengkulu -

Bank Indonesia memprediksi inflasi Provinsi Bengkulu pada semester pertama 2017 sedikit tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di 2016.

Kepala BI Provinsi Bengkulu, Endang Kurnia Saputra di Bengkulu, Sabtu (25/2/2017), menyebutkan, laju inflasi pada semester pertama ini dipicu oleh pemutusan subsidi listrik dan dilanjutkan dengan memasuki bulan puasa.

"Ya memang kita perkirakan inflasi sedikit diatas itu, tapi tidak akan begitu besar, untuk 2017 masih dalam acuan lima plus minus satu persen (yoy)," kata dia.

Pada semester pertama 2016 inflasi Bengkulu berada pada angka 1,85 persen (yoy), dan pada Januari periode itu angka inflasi hanya berada pada 0,67 persen (mtm).

Sedangkan pada Januari 2017, angka inflasi Bengkulu didata lebih tinggi yakni 0,98 persen (mtm). Oleh karena itu inflasi pada semester pertama 2017 diperkirakan sedikit lebih tinggi yakni pada dua plus minus satu persen (yoy).

Kenaikan tarif dasar listrik untuk pengguna non subsidi mendorong pengeluaran masyarakat sedikit lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Pada Mei 2017 juga mulai memasuki bulan puasa, biasanya pada kondisi tersebut konsumsi masyarakat untuk kelompok makanan jadi meningkat lebih besar dari hari normal.

"Seharusnya puasa menurunkan tingkat konsumsi, namun pola makan masyarakat malah meningkat, ini juga tidak baik untuk kesehatan termasuk untuk inflasi daerah," kata dia lagi.

Pola konsumsi yang biasa disebut "balas dendam dengan puasa" ini hendaknya diubah, puasa seharusnya menjadi waktu yang tepat untuk pengendalian nafsu termasuk pada makanan.

"Jangan sebaliknya siang puasa, malamnya semua makanan ingin dimakan. Makan secukupnya lebih baik untuk kesehatan dan perekonomian rumah tangga," ucap Endang.

Pola tersebut bagi daerah berdampak pada kenaikan inflasi pangan sebab masyarakat berbelanja melebihi kebutuhan yang seharusnya, akhirnya menekan jumlah pasokan yang beredar di pasaran.

Kurangnya stok komoditas pangan membuat harga mulai bergerak naik, ditambah lagi jika masyarakat mendengar informasi bahwa stok di pasaran terbatas.

"Akibatnya 'panic buying', harga jadi melonjak tajam. Kita berharap masyarakat bijak dalam berbelanja kebutuhan rumah tangga," ujarnya.

Untuk mengatasi potensi negatif tersebut, tim pengendali inflasi daerah dari awal 2017 sudah melakukan tindakan penanganan yakni menggelar Toko Tani Indonesia yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: