Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Darmin Akui Masalah Lahan Masih Hambat Pembangunan Infrastruktur

Darmin Akui Masalah Lahan Masih Hambat Pembangunan Infrastruktur Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan masalah pengadaan lahan masih menghambat percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Banyak isu yang dihadapi dalam percepatan, misalnya pembebasan lahan," kata Darmin dalam Launcing Skema Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional di Jakarta, Selasa (4/4/2017).

Darmin menjelaskan masalah pengadaan tanah mendominasi penyebab tersendatnya pembangunan infrastruktur seperti jalan maupun sarana transportasi lainnya.

"Pembebasan lahan itu mencapai 44 persen dari masalah yang dilaporkan, persiapan pembangunan yang kurang memadai 25 persen, keterbatasan pendanaan 17 persen dan perizinan 12 persen," katanya.

Darmin mengatakan penyebab lambatnya proses pengadaan tanah secara nasional adalah realisasi yang mundur dari jadwal negosiasi, adanya sengketa lahan, serta dana pembebasan yang terlalu tinggi.

"Selain itu, mekanisme pengadaan tanah di kementerian/lembaga harus dicairkan dan diserap pada tahun yang bersangkutan. Ini sering kali menimbulkan ketidakcocokan antara anggaran dengan realisasi," kata Darmin.

Untuk itu, Darmin mengapresiasi pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang secara khusus bertugas untuk mengatasi masalah pengadaan tanah bagi infrastruktur di Indonesia.

Menurut dia, pembentukan LMAN ini menjawab persoalan pengadaan lahan yang selama ini tidak bisa menggunakan dana tahun jamak dan sering dikeluhkan para pemangku kepentingan karena pembebasan tanah itu memakan waktu lama.

"Pemerintah telah menetapkan kebijakan frontal dengan memindahkan alokasi belanja modal pembebasan tanah diganti dengan belanja tanah yang dilakukan terpusat oleh Menteri Keuangan," kata Darmin.

Darmin mengharapkan melalui pengadaan tanah yang memadai, pembangunan Proyek Strategis Nasional bisa selesai sesuai target dan masalah pembebasan tanah bisa teratasi.

LMAN merupakan Badan Layanan Umum (BLU) dalam pengelolaan Kementerian Keuangan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Lembaga ini dibentuk untuk mendukung optimalisasi manajemen aset negara guna meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial, sekaligus menggali potensi return on assets dan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Barang Milik Negara.

Pada awalnya, LMAN bertugas untuk mengelola aset negara, namun institusi ini kemudian juga mendapat tugas untuk perencanaan pendanaan dan pendayagunaan lahan landbank serta pembayaran ganti rugi pengadaan tanah.

Mandat baru tersebut, LMAN mempunyai fungsi tidak hanya sebagai treasurer atau financing provider, tapi juga special landbank untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan proyek strategis nasional.

Dalam melaksanakan pendanaan pengadaan tanah, LMAN mempunyai dua skema, yaitu skema pembayaran langsung dan skema pembayaran tidak langsung.

Untuk skema langsung, LMAN akan menyalurkan pendanaan pengadaan tanah kepada pihak penerima ganti rugi. Untuk skema tidak langsung, dibagi dua skema yaitu merujuk kepada sebelum terbitnya Perpres 102 Tahun 2016 dan sesudahnya.

Perpres 102 Tahun 2016 merupakan peraturan terkait pendanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Melalui skema ini, LMAN memberikan dukungan terhadap pembangunan Proyek Strategis Nasional melalui pembiayaan investasi senilai Rp16 triliun di APBN-P 2016 serta Rp20 triliun di APBN 2017.

Dengan pendanaan tanah yang lebih efektif, pemerintah mengharapkan ada peningkatan kualitas perencanaan pembangunan untuk mengurangi deviasi antara perencanaan dan kebutuhan riil.

Selain itu, terdapat perencanaan yang baik dan tepat untuk mengurangi potensi kelebihan biaya atau peningkatan eskalasi kebutuhan dana pada periode tahun berjalan (cost overrun).

Melalui skema baru pembebasan tanah ini, maka setiap pemangku kepentingan diharapkan bisa melaksanakan tata kelola yang baik dan mempunyai perangkat pengawasan serta mekanisme kualitas memadai.

Dengan demikian, peran koordinasi oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dalam proses perencanaan dan prioritas proyek menjadi sangat penting untuk mewujudkan Proyek Strategis Nasional dan menjalin sinergi dengan pemangku kepentingan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: