Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lemahnya Permintaan Global, Picu Turunnya Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Lemahnya Permintaan Global, Picu Turunnya Ekspor Minyak Sawit Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekspor minyak sawit Indonesia terus menunjukkan trend penurunan sejak dua bulan terakhir. Penurunan ekspor ini dipicu oleh tingginya bea keluar pada Februari lalu. Sementara itu, pada Maret ini permintaan pasar global menunjukkan perlambatan, sehingga bea keluar yang sudah turun ke US$ 3 per metrik ton tetap tidak mampu mengerek ekspor. Ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan produk oleochemical mencatatkan penurunan sebesar 5% atau dari 2,66 Juta ton pada Februari tergerus menjadi 2,53 juta ton pada Maret ini.

Fadhil Hasan Direktur Eksekutif GAPKI menilai kinerja ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical untuk kuartal I tahun 2017 masih tetap tercatat meningkat 23,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Pada kuartal pertama 2017, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 8,02 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang hanya mampu mencapai 6,49 juta ton. Angka ini menunjukkan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia masih tumbuh positif dan ini tidak terlepas dari kebutuhan konsumsi minyak nabati dunia yang terus meningkat seiring meningkatnya populasi." katanya dalam pers rilis yang diterima di Jakarta, Rabu (10/5/2017).

Di sisi lain, kinerja produksi minyak sawit Indonesia pada Maret ini naik mencapai 10% atau dari 2,6 juta ton pada Februari terkerek menjadi 2,9 juta ton pada Maret ini. Sementara itu, stok minyak sawit Indonesia masih terus menunjukkan trend penurunan meskipun produksi sudah mulai naik. "Hal ini karena ekspor minyak sawit Indonesia masih tinggi dan tidak berimbang dengan peningkatan produksi. Pada Maret ini, stok minyak sawit Indonesia menciut 27% atau dari 1,9 juta ton di Februari turun menjadi 1,4 juta ton pada bulan Maret." ujarnya.

Pada Maret ini, secara mengejutkan ekspor ke negara-negara Uni Eropa masih meningkat meskipun pada pertengahan Maret lalu Parlemen Uni Eropa mengeluarkan Resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena sawit dinilai sebagai penyebab deforestasi, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran HAM.

Ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan sebesar 27% atau dari 352,02 ribu ton di Februari meningkat menjad 446,92 ribu ton pada Maret. Naiknya ekspor ke negara-negara Eropa menunjukkan bahwa negara-negara ini tetap membutuhkan minyak sawit karena dalam beberapa proses produksi di industri terutama untuk produk-produk yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari sangat tergantung pada minyak sawit karena harganya yang murah dibandingkan jika menggantikan dengan sumber dari minyak nabati lain.

"Peningkatan permintaan yang cukup signifikan juga dicatatkan oleh Negeri Paman Sam. Amerika Serikat (AS) mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 52% atau dari 54,85 ribu ton di Februari meningkat menjadi 83,38 ribu ton pada Maret. Kenaikan permintaan minyak sawit dari Indonesia juga diikuti oleh negara-negara Africa 13% dan Pakistan 10%." tambahnya.

Padahal beberapa minggu sebelumnya Asosiasi Minyak Nabati Amerika Serikat juga menuduh Indonesia melakukan praktek dumping terhadap biodiesel yang diekspor. ?Namun hal ini belum berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat.?

Sebaliknya negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia yaitu India dan China membukukan penurunan. Pada Maret ini, India mencatatkan penurunan sebesar 27% atau dari 587,93 ribu ton di Februari menurun menjadi 430,03 ribu ton. Diikuti China turun 18% atau dari 344.09 ribu ton di Februari turun menjadi 322.14 ribu ton. Kedua negara ini menurunkan permintaan karena stok rapeseed di kedua negara yang berlebihan khususnya India. Selain itu, negara India baru saja mengeluarkan regulasi penurunan tarif impor minyak bunga matahari dari 30% menjadi 10% yang efektif berlaku pada 1 April 2017. Hal ini menyebabkan para pedagang menahan pembelian minyak sawit dan akan menaikkan pembelian minyak bunga matahari untuk memanfaatkan turunnya tarif impor.

Dari sisi harga, sepanjang Maret harga rata-rata CPO global bergerak di kisaran US$ 685 ? US$ 750 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 731,7 per metrik ton. Sementara itu harga harian pada April menunjukkan tren penurunan, harga hanya bergerak di kisaran US$ 655 ? US$ 717,50 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 683,9 per metrik ton. GAPKI memperkirakan harga sepanjang Mei akan masih stagnan dan akan bergerak di kisaran US$ 680 ? US$ 720 per metrik ton.

Sementara itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan bea keluar ekspor CPO untuk bulan Mei sebesar US$ 0 per metrik ton dengan harga referensi US$ 731,01 per metrik ton. "Untuk pertama kali bea keluar ditetapkan nol pada tahun 2017 karena harga minyak sawit yang terus tergerus sehingga harga rata-rata yang menjadi patokan berada di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$ 750 per metrik ton." tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: