Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KKP Dorong Peternak Lele Kembangkan Sistem 'Bioflok'

        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong peternak lele untuk mengembangkan sistem "bioflok" karena dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan pola budi daya lele yang menggunakan kolam seperti selama ini.

        Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebijakto di Jakarta, Jumat (26/8/2016) menyatakan, sistem bioflok untuk peternak lele juga memiliki kualitas biosecurity yang lebih baik dari sistem konvensional, sehingga produk yang dihasilkan meningkat standar kualitasnya.

        "Jika dilakukan dengan benar sesuai standar pemeliharaan, peternak bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp3 juta per bulan dari usaha dengan sistem ini," ujarnya.

        Sebelumnya pada Kamis, (25/8) Dirjen Perikanan Budidaya melakukan tebar bibit ikan lele di kolam milik kelompok budi daya ikan (pokdakan) "Karya Mina Sejahtera Bersama" Desa Duren Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

        Menurut dia, sistem bioflok mampu menumbuhkan mikroorganisme yang mengolah limbah proses budi daya ikan lele menjadi gumpalan-gumpalan (floc) kecil. Gumpalan-gumpalan hasil olahan itulah yang dimanfaatkan sebagai pakan alami ikan lele. Pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan memberikan kultur bakteri probiotik dan memasang penyuplai oksigen yang sekaligus berfungsi mengaduk air kolam.

        Dengan sistem tersebut, tambahnya, mampu menekan penggunaan pakan pada peternakan lele yang mana untuk pola konvensional membutuhkan pakan sebanyak 1,8 kg guna menghasilkan daging lele seberat 1 kg.

        Sedangkan dengan sistem bioflok untuk menghasilkan daging lele seberat 1 kg hanya dibutuhkan pakan sebanyak 1 kg, ujar Slamet, bahkan jika dilakukan dengan standar operasional yang baik hanya 0,8-0,9 kg.

        "Sangat menguntungkan karena dalam tempo dua bulan saja para peternak sudah bisa panen. Selain itu tidak menimbulkan bau atau polusi udara di sekitar peternakan. Air bekas pemeliharaan lele bisa dimanfaatkan untuk pupuk bagi tanaman," katanya.

        Oleh karena itu, pihaknya berharap sistem bioflok dapat diterima para peternak dan terus berkembang semakin luas ke banyak daerah, karena sistem peternakan lele ini dapat menjadi gantungan pendapatan warga.

        Terkait biaya pembuatan satu unit kolam dengan sistem bioflok, menurut Dirjen, untuk yang berdiameter atau garis tengah 3 meter sekitar Rp5 juta dengan volume 10 meter kubik. Jika satu unit kolam mampu menghasilkan 1 ton ikan lele sedangkan harga per kilogram mencapai Rp15.000 maka peternak memperoleh pendapatan Rp15 juta dalam waktu tiga bulan dari satu unit kolam.

        Sementara itu Kepala Balai Layanan Umum Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Warih Hardanu menyatakan, usaha percontohan budidaya lele dengan sistem bioflok telah dirintis sejak 2015.

        Menurut dia, terdapat 10 pokdakan pelaksana yang tersebar di Kabupaten Karawang, Brebes, Pemalang, Magelang, Kediri, Malang dan Kota Malang yang melakukan budidaya lele dengan sistem bioflok tersebut.

        "Total ada 144 unit bak terpal yang menampung benih sebanyak 619.200 ekor dan menghasilkan panen ikan lele 38.665 kilogram," ujarnya.

        Pada tahun ini, lanjut Warih, kegiatan percontohan bioflok dilanjutkan di empat Kabupaten/kota yakni Kabupaten Semarang (24 kolam), Bantul Yogyakarat (24 kolam) serta Kabupaten dan Kota Malang masing-masing 12 kolam terpal. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: