Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Erwin Dwiyana mengakui bahwa jumlah ekspor komoditas pangan perikanan dan kelautan RI mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data yang diperolehnya dari Badan Pusat Statistik (BPS), capaian ekspor periode Agustus 2023 mencapai US$475,42 juta. Angka tersebut disebut meningkat jika dibandingkan dengan Juli, sebesar US$27,06 juta.
Kendati demikian, Erwin menyebut perolehan ekspor itu menurun jika dibandingkan dengan periode Agustus tahun 2022 lalu. Adapun penurunan itu terjadi sebesar US$43,63 juta atau 8,40%.
Baca Juga: Jalin Kolaborasi dengan BRIN, KKP Lakukan Diversifikasi Olahan Ikan
Berdasarkan akumulasi periodik Januari-Agustus 2023, Erwin menyebut nilai ekspor produk perikanan mencapai US$3,61 miliar dengan volume 761,08 ribu ton. Angka itu dinilai menurun sebesar 11,74% dan secara volume menurun 1,35% jika dibandingkan periode Agustus tahun 2022.
"Jadi ekspor saat ini, untuk sampai bulan Agustus, sampai US$475 juta. Kalau dibandingkan bulan sebelumnya naik, tapi kalau dibandingkan Agustus tahun sebelumnya itu mengalami penurunan," kata Erwin saat ditemui wartawan di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Erwin menyebut, turunnya angka ekspor komoditas perikanan dan kelautan terjadi karena kondisi ekonomi global yang tak kunjung membaik, salah satunya Amerika sebagai pasar utama ekspor udang Indonesia.
Selain udang, Erwin mengaku nilai ekspor rumput laut dan ikan tuna juga mengalami penurunan di beberapa negara. Kendati demikian, dia mengaku ekspor udang di China mengalami peningkatan jumlah.
"Walaupun China naik Amerika turun karena pasar utama udang kan di Amerika. Kemudian tuna juga di beberapa negara turun. Kemudian rumput Laut juga. Kondisi ini kan sebenarnya kondisi global yang sampai saat ini mereka, Amerika pun kan sempat inflasi dan sekarang juga belum kembali (stabil)," katanya.
Meski begitu, Erwin menyebut penurunan ekspor udang juga dialami negara-negara lain, seperti India dan Ekuador. Adapun turunnya ekspor Indonesia juga disebabkan oleh persaingan harga di pasar dunia.
Sementara penurunan ekspor di kawasan Uni Eropa, kata Erwin, terhambat karena Indonesia belum bisa mengajukan tambahan eksportir. Hal serupa juga terjadi di China, Erwin menyebut Negeri Tirai Bambu itu memiliki kebijakan Harmonized System (HS) untuk menerima komoditas ekspor Indonesia.
"Jadi kode HS itu kode produknya harus sama. Jadi yang tercatat di China itu yang bisa masuk, tapi kalau belum dicatatkan di China kita perlu mendaftarkan dulu," bebernya.
"Jadi beberapa memang dari sisi kondisi ekonomi global, kondisinya di negara bias, kemudian juga kaitan dengan banyaknya hambatan ekspor yang masih belum kita selesaikan, dan di sananya juga masih berproses," tandasnya.
Baca Juga: Tak Cuma Elite Maritim Dunia, Isu Kelautan Juga Mesti Diperhatikan Generasi Muda
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement