Inflasi Medis Makin Mencekik, Bagaimana Nasib Perusahaan Asuransi?
Allianz Life Syariah mengaku akan terus berinovasi dan melakukan terobosan guna mengantisipasi dampak dari kenaikan inflasi medis yang berpotensi pada peningkatan jumlah premi para peserta asuransi.
Direktur Utama Allianz Life Syariah Indonesia, Achmad K. Permana menuturkan, kenaikan inflasi medis akan sangat mempengaruhi premi peserta asuransi. Meski begitu, dia mengaku tak akan gegabah menaikan premi asuransi.
Pasalnya, kata Permana, kenaikan premi asuransi akan berdampak pada jumlah peserta asuransi. Semakin mahal premi, kata dia, semakin banyak masyarakat yang tidak terproteksi asuransi.
Baca Juga: Allianz Syariah Luncurkan Produk Asuransi untuk Generasi Muda Siapkan Warisan Sejak Dini
"Kalau semakin, preminya makin mahal, jumlah masyarakat yang terproteksi pun makin sedkit kan. Padahal tujuannya adalah ke depan itu semakin banyak masyarakat yang terproteksi asuransi, asalkan preminya itu tidak mahal," kata Permana kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Meski begitu, Permana menyebut bahwa Indonesia tidak bisa menghindari kenaikan inflasi medis. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2023, kata dia, inflasi medis mencapai angka 14,6%.
Sementara di kuartal I tahun ini, inflasi medis berada diangka 13%. Oleh karenanya, Permana mengaku Allianz Syariah akan tetap melakukan inovasi dan efisiensi untuk menekan kenaikan premi.
"Kalau bicara pricing, di lihat terakhir kita akan banyak melakukan inovasi-inovasi termasuk efisiensi di dalam dan sebagainya supaya dan kita juga harus melakukan terobosan secara pelaku dan regulator saat ini," jelasnya.
Meski begitu, dia menyebut kenaikan inflasi medis juga terjadi di negara-negara lain. Pertumbuhan inflasi medis di negara lain juga terus bergerak secara berjenjang hingga di angka 9%.
Akan tetapi, Permana menilai, naiknya inflasi medis akan sangat berdampak pada perolehan laba perusahaan asuransi, lantaran klaim yang terus meningkat.
"Karena klaimnya tinggi, gimana? Nge-hit apa? Nge-hit laba pasti kan. Rata-rata pasti kena hit. Dan itu tidak hanya di satu asuransi, tapi semua pelaku industri akan kena. Kena limpahan klaim yang meningkat, bukan hanya inflasi medis ya, inflasi medis one think ya, itu standard di mana-mana, tapi ada yang peningkatan klaim yang signifikan itu yang menyebabkan mengganggu operasionalnya," jelasnya.
Adapun tingginya klaim asuransi, kata Permana, terjadi setelah pandemi covid-19 berakhir. Sebagaimana terjadi pada tahun 2023 lalu yang mencapai angka 24,9% berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Bidik Segmen Affluent, Allianz Life dan HSBC Hadirkan Asuransi Warisan yang Anti Inflasi
"Ketika covid sudah selesai 2021-2022, itu orang langsung pada ke rumah sakit, ya. Klaimnya melimpah-ruah karena tertahan selama (masa covid-19) ini. Itu yang terjadi. Di tambah terkena inflasi juga," jelasnya.
Lebih jauh, Permana mengaku asosiasi perusahaan asuransi juga tengah menggelar berbagai kajian dengan pihak regulator agar inflasi medis bisa terus ditekan. Seandainya inflasi medis tidak terkendali, dia khawatir makin banyak masyarakat yang tidak mampu membayar premi asuransi.
"Untuk dicover asuransi kesehatan yang standard saja bayarnya menjadi mahal kan karena itu," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement