Pemerintah Kota Yogyakarta mencatat besaran serapan anggaran belanja hingga September 2016 berada pada kisaran 50 persen atau di bawah standar ideal 60-70 persen.
"Serapan anggaran hingga September ini dinilai masih wajar. Kami pun optimistis tidak dikenai penalti pemangkasan dana alokasi umum (DAU) untuk tahun depan," kata Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Kadri Renggono di Yogyakarta, Senin (12/9/2016).
Kemampuan penyerapan anggaran oleh Pemerintah Kota Yogyakarta pada 2016 tidak jauh berbeda dibanding 2015 yang hingga November berkisar pada 60 persen.
Menurut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta akan mampu membukukan serapan anggaran belanja yang cukup tinggi pada triwulan terakhir karena masih ada sejumlah pekerjaan fisik yang berjalan atau baru saja selesai dilakukan sehingga belum tercatat dalam laporan.
Misalnya saja, pekerjaan revitalisasi drainase di Jalan Kenari yang menelan anggaran sekitar Rp11,3 miliar. Pekerjaan tersebut baru diselesaikan awal September sehingga dimungkinkan belum dilakukan pembayaran.
"Anggaran pekerjaan fisik baru terserap jika pekerjaan diselesaikan sesuai spesifikasi dalam kontrak," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Kadri, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang menangani banyak pekerjaan fisik seperti Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah serta Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah (DBGAD) memiliki serapan anggaran yang rendah dibanding instansi lain.
Sedangkan SKPD dengan serapan anggaran cukup tinggi adalah Kantor Arsip dan Perpustakaan serta kecamatan.
Pada Oktober, DPDPK Kota Yogyakarta akan menyebarkan surat edaran ke seluruh SKPD untuk mempercepat penyerapan anggaran.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta M Ali Fahmi berharap pemerintah daerah bisa melakukan perencanaan yang baik agar serapan anggaran maksimal.
Ia menyoroti tingginya nilai sisa lebih penggunaan anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahun selama empat tahun terakhir sehingga dimungkinkan banyak kegiatan yang tidak bisa direalisasikan dan merugikan masyarakat. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman