Para petani dan nelayan Indonesia yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menolak wacana ratifikasi perjanjian internasional pengendalian tembakau versi World Health Organization (WHO) melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Menurut Ketua Umum KTNA Winarno Tohir, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (26/9/2016), banyak petani anggota KTNA yang mengeluhkan wacana penerapan FCTC di Tanah Air.
"Banyak anggota kami yang mengeluhkan wacana FCTC. Setelah kami memahaminya, maka kami menolak penerapan FCTC di Indonesia," ujar Winarno pula.
Sebelumnya muncul wacana penerapan perjanjian internasional pengendalian tembakau yakni FCTC.
Sejumlah ketentuan yang harus dilakukan produsen rokok saat FCTC diterapkan, antara lain penerapan kemasan polos rokok (tanpa merek), larangan menampilkan produk rokok di tempat-tempat penjualan, larangan total kegiatan iklan, pembatasan lahan, pengalihan tanaman tembakau, serta larangan berinteraksi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan industri tembakau.
Sejumlah asosiasi tembakau menilai FCTC merupakan agenda asing untuk mematikan industri rokok di Tanah Air.
Winarno menyatakan dengan pemberlakuan FCTC muncul kekhawatiran berkurang permintaan tembakau oleh pabrik rokok sebab akan ada pembatasan distribusi tembakau ke industri.
"Petani tembakau akan terkena imbasnya," ujar Winarno.
KTNA berharap pemerintah mempertimbangkan secara serius dampak penerapan FCTC terutama dari aspek ekonomi makro.
Sebaliknya, kata Winarno, dukungan terhadap petani, khususnya tembakau akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
"Saran kami, petani tetap dapat menanam. Pemerintah juga mendapatkan pemasukan dari cukai yang berguna untuk pembangunan. Perusahaan mitra petani juga dapat berjalan. Semua mendapat manfaat atas komoditi ini," kata dia lagi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto