Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Takut Bisnis Nissan Amburadul, Carlos Ghosn Temui PM Inggris

        Takut Bisnis Nissan Amburadul, Carlos Ghosn Temui PM Inggris Kredit Foto: Theguardian.com
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        CEO Nissan mengatakan dirinya yakin jika Pemerintah Inggris tetap menjadikan negara tersebut sebagai tempat yang kompetitif untuk menjalankan bisnis setelah referendum.

        Carlos Ghosn telah bertemu dengan Perdana Menteri Theresa May di tengah kekhawatiran masa depan pabrik di Sunderland, demikian seperti dikutip dari laman?BBC?di Jakarta,?Sabtu?(15/10/2016).

        Ghosn mengisyarakatkan investasi di Sunderland bisa berhenti jika kompensasi tidak dibayar untuk setiap dampak dari referendum Brexit. Pabrik Sunderland dibuka pada tahun 1986 dan memiliki hampir 7.000 pekerja.

        Setelah pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam, Ghosn mengatakan "Kami ingin memastikan performa yang tinggi, tetap kompetitif secara global dan terus memberikan hasil pada bisnis kami dan Inggris".

        "Setelah pertemuan kami, saya yakin pemerintah akan terus memastikan Inggris tetap menjadi tempat yang kompetitif untuk melakakukan bisnis. Saya berharap untuk terus berkolaborasi secara positif antara Nissan dan Pemerintah Inggris".

        Pemerintah telah berkomitmen untuk mencipatakan dan mendukung kondisi yang baik bagi industri otomotif dan menjadikannya kuat untuk saat ini dan masa depan. Pabrik di Sunderland pertama kali diresmikan oleh Perdana Menteri Margaret Thatcher. Perusahaan memproduksi kendaraaan Qashqai, dan Leaf sekitar 500.000 per tahun atau sepertiga dari total manufaktur mobil di Inggris.

        Berbicara di Motor Show Paris pada Agustus, Ghosn mengatakan keputusan investasi sangat penting untuk tidak mencipatkan kegelapan.

        "Jika saya perlu melakukan investasi dalam beberapa bulan, saya tidak perlu menunggu hingga masalah dari Brexit selesai, lalu saya harus membuat keputusan dengan pemerintah Inggris," desaknya.

        "Kami ingin tinggal di sini, kami senang, kami memiliki perusahan yang baik, tapi tidak bisa tinggal jika kondisinya tidak membenarkan untuk tinggal," ia menambahkan.

        Ghosn mengatakan kepada BBC, perusahan di Sunderland akan kalah bersaing jika Brexit mengharuskan membayar tarif impor sebesar 10% ke Uni Eropa. Dalam pemilihan referendum Juni lalu, sebanyak 61 persen rakyat Sunderland memilih untuk meninggalkan Uni Eropa, sementara di seluruh Inggris sebanyak 53 persen memilih untuk meninggalkan Uni Eropa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: