Pengamat minyak dan gas mengatakan keinginan Pemprov Riau mendorong badan usaha milik daerah untuk mendapatkan saham partisipasi di Blok Kampar dari PT Pertamina Hulu Energi, jangan sampai dijadikan alat bagi perusahaan swasta untuk menguasai minyak di Provinsi Riau.
"Campur tangan swasta sudah tidak boleh lagi, walaupun via (perusahaan) daerah," kata pengamat perminyakan dari Universitas Islam Riau Adi Novriansyah Abdullah ketika dihubungi di Pekanbaru, Kamis (27/10/2016).
Adi Novriansyah menyatakan hal itu terkait Pemprov Riau yang menagih 10 persen kepemilikan saham partisipasi (participating interest/PI) kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dalam pengelolaan Blok Kampar, melalui badan usaha milik daerah.
Menurut dia, peluang perusahaan daerah mengelola blok minyak melalui aturan PI, harus dimanfaatkan daerah untuk belajar mengelola sumber daya alam (SDA) sendiri. Hal ini bisa mendorong daerah untuk lebih berkembang dalam bisnis SDA tidak hanya di daerahnya sendiri, namun bisa juga terjun ke bisnis dengan skala yang lebih besar.
"Saham 10 persen itu bukan diawal saja, bisa juga jika ada penambahan investasi ke depan, BUMD itu juga bisa ikut berinvestasi sebesar yang ditetapkan," katanya.
Mengenai keinginan Pemprov Riau mengelola Blok Siak, lanjutnya, pemerintah daerah maupun BUMD yang diajukan harus menyiapkan diri baik terutama dari segi modal. Sebabnya, PI sebesar 10 persen itu tidak didapatkan dengan gratis dan BUMD juga akan bertanggung jawab dari modal dan juga resiko sebesar 10 persen.
"Jadi, baik resiko dan modal, juga dibagi sesuai persentasenya. Kalau idealnya tidak bisa (cuma-cuma). Yang paling penting pihak KKKS (Pertamina) sudah menawarkan ke daerah untuk mengelola bersama SDA Migasnya, tinggal pihak daerahnya saja yang sudah siap atau belum," ucapnya.
Sebelumnya, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdaprov Riau Masperi, mengatakan untuk pengelolaan Blok Kampar, Pemprov Riau mempersiapkan konsep dengan opsi menggandeng PT Riau Petroleum bersama PT Sarana Pembangunan Riau (SPR). Adapun, PT SPR telah berpengalaman dalam pengelolaan Blok Langgak di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar.
Sementara itu, keberadaan PT Riau Petroleum sebagai BUMD, diklaim Masperi sudah dipersiapkan dari awal terbentuknya bergerak dalam industri hulu migas sebagai langkah antisipatif untuk pengelolaan selanjutnya ketika habisnya masa kontrak Blok Rokan, Blok Siak serta Blok Kampar.
Aturan mengenai kewajiban pemberian PI bagi daerah penghasil Migas tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dalam Pasal 34 disebutkan, "Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan saham partisipasi 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah".
PHE, selaku anak perusahaan PT Pertamina (Persero), mulai mengelola Blok Kampar sejak November 2015, setelah sebelumnya kontrak PT Medco E&P Indonesia habis pada 2013 dan diperpanjang sementara dalam masa transisi.
Blok Kampar terbentang di area kerja seluas 469 kilometer persegi. Cadangan terpendam di 12 lapangan (original oil in place) blok itu mencapai 200,386 MMSTB (million stock tank barrels). Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SSK Migas), produksi lapangan Blok Kampar saat diserahkan ke PHE dari Medco mencapai 1.380 barel minyak per hari. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: