Meski Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump dalam sejumlah kesempatan menyatakan pemanasan global adalah "hoax" (kabar bohong), namun negara-negara di dunia tampaknya memiliki pandangan yang berbeda.
Apalagi bila diingat bahwa pada 12 Desember 2015, sebanyak perwakilan 195 negara menyetujui penerbitan Kesepakatan Paris dalam acara Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim.
Kesepakatan tersebut antara lain menjaga ambang batas kenaikan suhu bumi pada 2030 di bawah dua derajat Celcius dan berupaya menekan hingga 1,5 derajat Celcius dari suhu bumi pada masa praindustri.
Selain itu, tujuan lainnya adalah meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan iklim dan pengembangan emisi gas rumah kaca yang rendah, dalam cara yang tidak mengancam produksi pangan global.
Konvensi itu juga bertujuan membuat arus pembiayaan di dunia konsisten ke arah menuju emisi gas rumah kaca yang rendah dan pembangunan ketahanan iklim.
Ketua dari konvensi yang digelar di Paris tersebut adalah Menteri Luar Negeri Prancis yang mengatakan kesepakatan ini adalah titik balik historis dalam rangka mencapai sasaran mengurangi pemanasan global.
Menanggapi hasil Kesepakatan Paris, hampir satu tahun setelah hal tersebut dikeluarkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan pekerjaan terberat setelah Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim Desember 2015 yang berujung Kesepakatan Paris adalah implementasinya di lapangan.
"Pekerjaan terberat pasca ratifikasi Paris Agreement adalah implementasinya. Penurunan emisi GRK (gas rumah kaca) yang tajam baik dari sektor energi dan kehutanan mutlak diperlukan jika Indonesia ingin memberikan kontribusi yang bermakna," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati.
Nur Hidayati mengingatkan di sektor kehutanan, penegakan hukum terhadap perusahaan penyebab emisi dan evaluasi seluruh perijinan kehutanan adalah prasyarat untuk memperbaiki kinerja penurunan emisi deri sektor kehutanan.
Sedangkan di sektor energi, katanya, penurunan emisi yang tajam dilakukan dengan berangsur-angsur menurunkan pemakaian energi fossil dan beralih kepada energi terbarukan.
Selama ini, Indonesia berperan penting dan aktif dalam perjanjian perubahan iklim. Pada tahun ini Indonesia kembali menjadi bagian dari 100 negara lebih yang akan ikut serta pada Conference of Parties (COP) ke 22 di Marrakesh, Maroko pada tanggal 7-18 November 2016.
COP 22 Marrakech memiliki agenda penting untuk memulai persiapan berlakunya Kesepakatan Paris tentang Perubahan Iklim yang telah disepakati di COP 21. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: