Kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) membangun terminal energi terpadu di Bojonegara, Serang, Banten, dinilai positif karena bisa mengamankan pasokan gas di dalam negeri, khususnya wilayah Jawa bagian barat.
"Kemitraan Pertamina dan BSM patut diapresiasi. Tinggal pengawasan sistem bisnisnya saja agar berjalan transparan dan terbuka. Pertamina sebagai BUMN jangan sampai mengalami kerugian," kata Direktur Eksekutif 98 Institute, Sayed Junaidi Rizaldi, di Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Menurutnya, berdasarkan data Pertamina, bahwa Jawa Barat mengalami defisit gas sebesar 315 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), 2015. Angka ini diproyeksikan meningkat tiga kali lipat menjadi 962 MMSCFD pada 2025.
"Kerja sama Pertamina dan Bumi Sarana Migas membangun megaproyek terminal energi terpadu di Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, senilai Rp10 triliun tersebut bisa menjadi solusi," ujarnya.
Dengan ditunjuknya Pertamina sebagai satu-satunya pembeli langsung (offtaker) produk kilang tersebut menandakan bahwa perseroan bisa memegang peranan penting dalam suplai gas (LNG) ke depannya.
Sayed juga berharap Pertamina bisa menjadi operator dalam pembangunan kilang energi terpadu tersebut, karena perusahaan itu sudah sarat pengalaman dalam mengelola kilang skala besar di Indonesia.
Selain Pertamina dan BSM, megaproyek pembangunan kilang tersebut tidak main-main karena juga melibatkan perusahaan asing, yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
Sebelumnya, dukungan juga disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi yang meyakini bahwa kerja sama ini tidak hanya menguntungkan satu pihak saja.
"Kerja sama seperti ini murni 'business to business' guna mengantisipasi defisit gas, yang ujungnya bisa menutupi kekurangan produksi gas di Jawa khususnya Banten," kata Komaidi.
Sementara itu, juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro pernah mengatakan bahwa perseroan sangat siap menjadi "offtaker" di dalam megaproyek tersebut asal diikutsertakan dalam kepemilikan saham.
Sekadar informasi, kompleks terminal energi terpadu tersebut akan diisi oleh terminal penerima LNG dan regasifikasi, kilang minyak baru, dan PLTGU berkapasitas 1.000 MW hingga 2.000 MW.
Megaproyek ini diharapkan bisa beroperasi pada 2020, di mana fasilitas terminal penerima LNG bisa berjalan terlebih dahulu. Pada tahap pertama, kapasitas terminal LNG akan sebesar 500 MMSCFD. Namun, kapasitasnya akan diperbesar menjadi 1.000 MMSCFD di tahap kedua. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: