Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, Banten, mendorong petani meningkatkan produksi kakao sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik hingga mancanegara.
"Kami berharap komoditi kakao menjadikan andalan ekonomi petani," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Lebak Kosim Ansori di Lebak, Minggu (11/12/2016).
Pemerintah daerah terus mengembangkan komoditi kakao melalui peremajaan dengan menyalurkan bantuan benih unggul dan pupuk.
Penyaluran bantuan kakao tersebut seluas 100 hektare kepada kelompok tani di sejumlah kecamatan.
Selama ini, komoditi kakao tahan terhadap guncangan ekonomi global dibandingkan harga karet turun.
"Kami yakin kakao ke depan menjadikan produk unggulan masyarakat Lebak," katanya.
Menurut dia, saat ini produksi kakao di Kabupaten Lebak mencapai 2.280 ton dari lahan seluas 5.752 hektare.
Pemerintah daerah tahun ke tahun terus mengembangkan kakao sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik dan mancanegara.
Potensi Kabupaten Lebak menjadikan sentra penghasil pangan, terutama kakao karena didukung lahan begitu luas.
Selain itu komoditi kakao sangat cocok dikembangkan di lokasi perbukitan, pegunungan, serta areal setinggi 500 meter di atas permukaan laut.
Saat ini, penghasil komoditas kakao tersebar di Kecamatan Gunungkencana, Banjarsari, Cileles, Cirinten, Bojongmanik, Cikulur, Cibadak, Wanasalam, Malingping, dan Cijaku.
Jumlah petani yang mengembangkan kakao tercatat 55 kelompok tani dan dipastikan 2017 bertambah karena pemerintah daerah terus menyalurkan bantuan benih.
"Kami yakin perkebunan kakao dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat juga mengatasi kemiskinan dan pengangguran," katanya.
Kosim menyebutkan, kualitas produksi kakao Lebak termasuk terbaik di Tanah Air karena memiliki kadar air antara enam sampai tujuh persen.
Saat ini, beberapa perusahaan di Jakarta, Tangerang, dan Bandung menampung kakao dari Lebak dengan harga Rp28 ribu/kg sampai Rp32 ribu/kg.
Selain itu juga pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan perusahaan luar daerah untuk memudahkan pemasaran kakao.
Kerja sama itu, guna menghindari ulah tengkulak yang merugikan petani.
"Kami saat ini belum bisa memenuhi permintaan pasar karena produksi kakao relatif terbatas," katanya.
Seorang petani kakao di Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Ujang (55) mengaku usaha budidaya tanaman kakao bisa menghasilkan setahun tiga kali musim sehingga cukup membantu pendapatan ekonomi keluarga.
Ia setiap panen bisa menghasilkan produksi tiga ton dari tanaman seluas empat hektare itu.
Produksi kakao itu nantinya dipasok pada perusahaan yang menampung komoditas tersebut di Jakarta dan Bandung.
"Kami merasa terbantu adanya kemitraan ini dapat ditampung produksi perkebunannya oleh perusahaan bersangkutan dengan harga cukup baik," katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: