Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai keberhasilan program kegiatan integrasi sawit-sapi mampu mendukung peningkatan populasi ternak sapi potong nasional sehingga dapat mengurangi impor daging.
"Kami terus berupaya mengkaji potensi dan masalah, serta mencari solusi integrasi sapi-sawit untuk meningkatkan populasi sapi potong," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Eniya Listiani Dewi, dalam diskusi mengenai integrasi sapi-sawit di Jakarta, Rabu (14/12/2016).?
Dia mengatakan target penambahan populasi sapi pada 2017 adalah 3,2 juta ekor untuk mengupayakan kesejahteraan rakyat.
Konsekuensi dari pencapaian target tersebut adalah perlunya dukungan dalam pengadaan pakan dan lahan. Eniya menyebutkan BPPT telah menguatkan kompetensi di sektor pakan ternak yang memanfaatkan limbah sawit.
"Pada 2017, pakan ternak akan dijadikan unggulan teknologi untuk dikembangkan, misalnya pakan campuran daun sawit," ucap dia.
BPPT juga sudah mengembangkan program basis data sistem formulasi pakan yang dapat diakses petani dan peternak.
"Potensi kebun kelapa sawit di Indonesia 11 juta hektare, itu mendukung peningkatan populasi ternak sapi melalui program sapi-sawit," kata Eniya.
Integrasi sapi-sawit di Indonesia pertama kali dimulai pada 2014 di Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau dengan 70 ekor sapi.
"Yang menarik adalah bahwa pengembangan sapi di lahan perkebunan sawit adalah penyediaan pakan. Andalannya adalah menggunakan limbah sawit," kata Eniya.
BPPT juga telah memformulasi pakan ternak, yang pada 2014 dengan pakan yang ada hanya meningkatkan bobot sapi 200 gram per hari, namun setelah formulasi menjadi 800 gram sampai 1 kg per hari.
Landasan program integrasi sapi-sawit saat ini adalah Permentan Nomor 105 Tahun 2014 tentang Integrasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Dengan Usaha Budi Daya Sapi Potong.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa integrasi usaha sawit-sapi adalah penyatuan usaha perkebunan dengan usaha budi daya sapi potong pada lahan perkebunan kelapa sawit.
Permentan 105/2014 bertujuan memberikan kepastian bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan/atau pelaku usaha budi daya sapi potong dalam melakukan integrasi usaha sawit-sapi dengan pendekatan kemanfaatan, keterpaduan, dan keberlanjutan.
Integrasi usaha sawit-sapi dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan untuk memanfaatkan produk samping usaha perkebunan kelapa sawit (bungkil inti sawit) dan kotoran sapi sebagai pupuk, biourine, dan biogas.
Eniya menjelaskan salah satu kendala integrasi usaha sawit-sapi adalah keengganan swasta memanfaatkan lahan dengan memasukkan sapi karena ada praduga mengenai penggembala yang mengambil hasil sawit.
"Program integrasi usaha sawit-sapi harus disosialisasikan, beberapa lembaga telah banyak mengkaji bahkan ada beberapa pihak yang melakukan. Dalam hal ini, pemerintah daerah juga diharapkan berfungsi sebagai perpanjangan tangan Permentan 105/2014," kata Eniya.? (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: