Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BBMKG Sumut: Gempa Sibolangit Tipe Tektonik Kerak Dangkal

        BBMKG Sumut: Gempa Sibolangit Tipe Tektonik Kerak Dangkal Kredit Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
        Warta Ekonomi, Medan -

        Pada hari Senin malam (16/1/2017) sebagian besar wilayah Sumatera Utara diguncang gempabumi tektonik.

        Kepala BBMKG Wilayah I Sumut Edison Kurniawan mengatakan bahwa berdasarkan hasil analisis BMKG diketahui?gempa bumi ini terjadi pada pukul 19.42.13 WIB dengan kekuatan M=5,6. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 3,38 lintang utara dan 98,45 bujur timur, tepatnya di darat pada jarak 15 km arah barat laut Sibolangit pada kedalaman 19 km.

        "Berdasarkan analisis peta tingkat guncangan (shakemap) menunjukkan gempa bumi berdampak guncangan kuat pada skala intensitas III SIG-BMKG atau VI MMI di Sibolangit, Tanjung Merowa, Kuala Siluman, Bekancan, Pamah, Berastagi, Delenggerat, dan Bandarbaru. Di wilayah ini dampak gempa bumi dapat berpotensi menyebabkan kerusakan. Di Medan dan sekitarnya guncangan dilaporkan dirasakan cukup kuat mencapai skala intensitas II SIG-BMKG atau IV-V MMI," katanya dalam?siaran persnya yang diterima di Medan, Selasa (17/1/2017).

        Edison mengatakan beberapa daerah lain yang juga merasakan guncangan adalah Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Kualanamu, Sidikalang, Karo, Binjai, Kabanjahe, dan Kutabuluh. Laporan sementara mengenai kerusakan akibat gempa bumi terjadi di beberapa tempat seperti di Medan, Bandar Baru, dan Karo.

        "Gempa bumi Sibolangit yang terjadi merupakan jenis gempa bumi tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar lokal. Meskipun lokasi episenter terletak relatif dekat dengan Zona Sesar Sumatera (Sumatera Fault Zone), tetapi gempa bumi ini tidak disebabkan oleh aktivitas Sesar Besar Sumatera tersebut," ujarnya.

        Berdasarkan karakteristik catatan gelombang seismik dan mekanisme sumbernya, imbuhnya, tampak gempa bumi ini murni disebabkan oleh aktivitas tektonik dan bukan akibat aktivitas vulkanik. Namun demikian, mengingat jarak antara pusat gempa bumi dan Gunung Sinabung yang relatif dekat hanya sekitar 25 km maka aktivitas gempa bumi ini dapat berpotensi mempengaruhi aktivitas vulkanisme Gunung Sinabung yang saat ini masih aktif.

        "Mekanisme sumber hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi ini dipicu oleh aktivitas sesar dengan mekanisme pergerakan dengan arah mendatar (strike-slip fault). Selain catatan seismik, data mekanisme sumber ini juga menjadi bukti bahwa gempabumi tektonik ini memang dipicu oleh aktivitas sesar lokal," katanya.

        Analisis mekanisme sumber ini memberi gambaran bahwa di pusat gempa bumi terdapat struktur sesar yang memiliki pergerakan mendatar menganan (dextral) dengan orientasi penyesaran yang berarah barat laut-tenggara di wilayah Gunung Sibayak.

        "Peta tektonik setempat menunjukkan bahwa di Sibolangit dan sekitarnya memang terdapat sebaran beberapa struktur sesar lokal. Sayangnya, hingga saat ini struktur sesar lokal ini belum memiliki nama sehingga menyulitkan untuk menyebut nama sesar pembangkit gempa bumi ini," ujarnya.

        Karena keberadaan struktur sesar lokal ini, ia mengatakan wajar jika daerah ini rentan terjadi aktivitas gempa bumi tektonik dangkal. Ia memastikan tidak benar adanya pendapat bahwa di daerah Sibolangit dan sekitarnya belum pernah terjadi gempa bumi.

        "Meskipun catatan peristiwa gempa bumi merusak di daerah ini belum ada, tetapi BMKG mencatat bahwa selama periode 1993-2016 telah terjadi 14 aktivitas gempa bumi dangkal dengan kekuatan kurang dari M=4,0. Jumlah ini termasuk dua aktivitas gempa bumi Sibolangit yang terjadi Senin malam (16/1/2017). Berdasarkan fakta seismisitas lokal ini maka gempa bumi Sibolangit yang terjadi memang dipicu oleh aktivitas sesar aktif," ujarnya.

        Ia mengakui peristiwa gempa bumi Sibolangit menarik untuk dicermati. Gempabumi ini termasuk dalam Gempabumi Tipe II menurut ahli gempabumi Jepang Kiyoo Mogi (1963), yaitu aktivitas gempabumi dengan tipe foreshocks-mainshocks-aftershocks.

        "Seperti kita ketahui, bahwa gempa bumi utama (mainshock) yang terjadi ternyata didahului oleh aktivitas gempa bumi pendahuluan (foreshock) dan diikuti rangkaian aktivitas gempabumi susulan (aftershocks). Gempa bumi pendahuluan terjadi hanya sekali pada pukul 19.13.30 WIB dengan kekuatan M=3,9. Sekitar 29 menit kemudian terjadi gempabumi utama dengan kekuatan M=5,6 pada pukul 19.42.13 WIB. Selanjutnya pada 16 menit pasca terjadinya gempa bumi utama, tepat pukul 19.58.37 WIB terjadi gempa bumi susulan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Khairunnisak Lubis
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: