Indonesia saat ini menjadi pengekspor sawit terbesar di dunia. Melakukan kegiatan ekspor dengan baik mutlak dilakukan. Untuk memenuhi ketentuan tersebut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan verifikasi teknis ekspor CPO dan produk turunannya.
Untuk menjamin akuntabilitas, kemudahan dan kepastian pengelolaan dana sawit BPDPKS bekerjasama dengan SUCOFINDO. Pendantanganan MoU keduanya dilakukan di Jakarta Kamis (19/1/2017). SUCOFINDO merupakan perusahaan inspeksi pertama di Indonesia, memliki 64 kantor pelayanan dan 25 Laboratorium terakreditasi ISO 17025 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Utama BPDPKS, Bayu Krisnamurti menjelaskan, pentingnya proses verifikasi seperti ditekankan dalam kerjasama tersebut adalah untuk memastikan jenis, jumlah barang dan jumlah pungutan dana perkebunan kelapa sawit, sesuai dengan Permendag Nomor: 54/M-DAG/PER/7/2015, tentang Verifikasi penelusuran teknis terhadap ekspor Kelapa Sawit, CPO dan produk turunannya, serta memastikan terhadap jumlah pungutan sesuai dengan Permenkeu Nomor: 133/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BPDPKS.
Bayu menegaskan proses verifikasi itu harus dilakukan, jika tidak maka BPDPKS meminta kepada SUCOFINDO untuk tidak merilis sertifikat. Tanpa sertifikat itu eksportir tidak dapat mendapatkan izin ekspor dari Direktorat Bea dan Cukai.
Pentingnya proses verifikasi itu untuk mengantisipasi adanya kesalahan selama kegiatan ekspor. Beberapa kasus yang pernah terjadi di antaranya, dispute mengenai berat yang terjadi dalam kegiatan ekspor ke Pakistan. Ini terjadi ketika cara menghitung yang menggunakan sistem curah volume kapal dikalikan berat jenis, dispute terjadi dalam berat jenis, karena terjadi perubahan berat jenis selama proses pengiriman.
"Walaupun 0,01 kalau dikalikan jutaan ton akan terasa, apalagi dengan harga perdolar yang naik, itu akan terasa selisihnya. Harapannya SUCOFINDO dapat bekerja sama sehingga ada kesepakatan dengan eksportir tentang berat jenis itu,? ujar Bayu.
Proses verifikasi itu, lanjut Bayu juga sebagai syarat pemberian asuransi terhadap produk yang diekspor. Sawit, CPO dan turunannya saat ini ada sekitar 60 jenis, yang memiliki pungutan dan biaya keluar yang berbeda-beda. Maka dari itu asuransi penting untuk diberikan. BPDPKS sendiri telah menyiapkan biaya untuk asuransi kegiatan ekspor mencapai 26-27 juta ton di 2017.
?Nilai kontrak, tergantung ancer-ancer 120 miliar rupiah. Realisasi tergantung berapa besar ekspor yang dilakukan,? jelas Bayu.
Saat ini kegiatan ekspor terjadi di lima pelabuhan utama di Indonesia, yakni Dumai, Belawan, Tanjung Priuk, dan Panjang di Lampung. Di sisi lain ada pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan Pelabuhan di Gresik, dua pelabuhan ini juga menjadi pelabuhan penting di Indonesia karena banyak kegiatan ekspor produk kemasan dengan kontainer.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Sucipto
Tag Terkait: