Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPRD: Sampai Kapan Pemerintah Biarkan Calo Gas?

        DPRD: Sampai Kapan Pemerintah Biarkan Calo Gas? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penyebab tingginya harga gas bumi di Indonesia salah satunya ialah beredarnya trader gas tak berfasilitas yang menguasai alokasi gas alias "calo gas". Pemerintah tidak boleh terus membiarkan kondisi tersebut terus berlanjut.

        Ketua Komisi B DPRD Sumatera Utara, Roby Agusman Harahap, mengatakan, Salah satu contoh wilayah yang terdapat calo gasnya ada di Medan, Sumatera Utara. Industri di Medan terpaksa membayar lebih mahal gas bumi yang dibelinya. "Industri di Medan sudah lama mengeluhkan ini. Mereka harus bayar lebih mahal karena ada calo gas, pemerintah tidak boleh kalah sama calo gas ini," katanya, saat dihubungi wartawan, Kamis (9/2/2017).

        Hal senada diungkapkan, Wakil Ketua Komisi B, Jenny Luciana Berutu, pihaknya meminta agar pemerintah memperbaiki tata kelola gas bumi terutama terkait masalah alokasi gas bumi. "Karena sudah sekian lama, Kementerian ESDM memberikan alokasi gas ke badan usaha yang justru tidak punya infrastruktur, hanya bermodal kertas dan kedekatan dengan penguasa." ujarnya

        Lebih lanjut Jenny memaparkan, Kementerian ESDM justru memberikan alokasi gas ke badan usaha yang tidak punya infrastruktur gas. "Contohnya di Medan, ada PGN yang punya pipa gas langsung ke industri di Medan, tapi tidak dapat alokasi gas. Alokasi gas justru jatuh ke badan usaha yang tidak punya infrastruktur, ini aneh tapi nyata terjadi di Medan," ungkap Jenny.

        Ia mengungkapkan, buruknya tata kelola gas juga diperparah dengan adanya praktek ilegal penjualan LNG (gas alam cair).?

        "Ada badan usaha jualan LNG pakai truk tanpa izin alias ilegal dan dibiarkan. Ini kami minta untuk dihentikan segera. Pertamina sudah mati-matian bangun pipa gas dari Arun ke Belawan ratusan kilometer, ada truk LNG ini ya pipa tersebut nggak kepakai, ngapain dulu pemerintah minta pipa gas Arun-Belawan dibangun," jelasnya.

        Berdasarkan data Kementerian ESDM, berikut ini merupakan rincian harga gas di Industri khususnya di Medan dari mulai asal sumber gas hingga ke tangan industri.

        Pertama, pasokan gas ke industri di Medan terbagi atas dua sumber yakni dari LNG dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan sumber gas dari Pertamina EP di Sumatera Utara yang dialirkan melalui pipa.

        Untuk sumber pertama dari LNG Bontang, LNG tersebut merupakan alokasi gas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk industri di Medan. Harganya US$ 7,8 per MMBTU. Hampir 63% komposisi harga gas ke industri di Medan berasal dari harga gas di hulu. Artinya harga gas bumi ke industri sejak awal sudah mahal.

        Kedua, LNG dari Bontang tersebut kemudian di regasifikasi di Terminal Regasifikasi Arun, Lhokseumawe, Aceh. Biaya proses regasifikasi atau menjadikan gas alam cair jadi gas bumi dikenakan US$ 1,5 per MMBTU. Lalu ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni US$ 0,15 per MMBTU, jadi total US$ 1,65 per MMBTU.

        Ketiga, gas bumi dari Terminal Regasifikasi Arun ?diangkut melalui pipa trasmisi Arun-Belawan milik PT Pertamina Gas (Pertagas) sepanjang 350 km. Pertagas mengenakan biaya angkut gas sebesar US$ 2,53 per MMBTU dan ditambah PPN sebesar US$ 0,25 per MMBTU, sehingga total US$ 2,78 per MMBTU.

        Keempat, setelah dari Pertagas, gas bumi tersebut harus melalui 'keran' perusahaan trader gas yaitu Pertagas Niaga. Masalahnya perusahaan ini tidak memiliki fasilitas pipa sama sekali. Trader gas tak bermodal fasilitas ini memungut biaya margin sebesar US$ 0,3 per MMBTU.

        "Biaya tersebut adalah ongkos distribusi gas bumi melalui pipa gas bumi milik PGN sepanjang lebih dari 640 km. Sehingga ujungnya industri-industri di Medan membeli gas bumi dengan harga US$ 12,22 per MMBTU." pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Vicky Fadil
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: