Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perbankan Diingatkan Tetap Harus Hati-hati Salurkan Kredit

        Perbankan Diingatkan Tetap Harus Hati-hati Salurkan Kredit Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengingatkan kredit perbankan harus disalurkan dengan penuh kehati-hatian dan bantalan modal untuk pencadangan harus mencukupi, meskipun banyak pihak mendorong industri perbankan agar lebih ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan.

        Hal tersebut dikatakan Deputi Bidang Ekonomi dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menanggapi pidato peraih nobel ekonomi Profesor Robert F. Engle di Universitas Atmajaya, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

        "Saya agak beda pendapat dengan Engle. Kita tidak bisa mengacu ke negara-negara lain yang kreditnya ekspansif. Pengalaman krisis tahun 1997-98 adalah permasalahan perbankan karena permodalan tidak kuat," kata Iskandar.

        Iskandar mengatakan perbankan di Indonesia memang perlu lebih ekspansif menyalurkan kredit. Namun, rasio pencadangan, kecukupan permodalan dan kualitas aset tetap haus dipastikan memadai agar memiliki ketahanan jika sewaktu-waktu krisis keuangan melanda ekonomi dalam negeri.

        "Engle juga sebenarnya bilang bahwa bantalan modal tetap penting, karena risiko perbankan itu susah diprediksi," ujar dia.

        Iskandar menuturkan Indonesia masih menjadi "emerging markets" atau negara dengan pasar ekonomi yang baru tumbuh. Kondisi itu berbeda dengan negara-negara maju lain. Oleh karena itu, meskipun kapasitas permodalan dinilai Engle sudah kuat, industri perbankan tidak bisa langsung serta merta perbankan ekspansi menyalurkan kredit.

        "Kita masih negara berkembang. Dana dana kita itu sangat terpengaruh aliran modal masuk. Saat ada aliran dana keluar, tekanan ke pasar finansial kita tinggi. Makanya, walau dampak sistemiknya rendah ke perbankan, kita susah memperkirakan kondisi perbankan ke depan," ujar dia.

        Menurut Iskandar, potensi dampak krisis ke perbankan tidak hanya diukur oleh kapasitas permodalan. Teori "Self-fulfilling prophecy", kata dia, sangat relevan dengan kondisi ekonomi di Indonesia.

        Maksud teori itu, jika salah seorang investor atau nasabah perbankan berkekspetasi akan terjadi krisis pada suatu bank, maka nasabah atau investor lain akan sangat terpengaruh oleh ekspetasi tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan krisis moneter pada 1998, saat nasabah ramai-ramau menarik dananya dari perbankan..

        "Maka dari itu, perbankan harus esktra hati-hati menjaga modalnya, meskipun dinilai risiko krisis kita kecil," ujar Mantan Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Yogyakarta tersebut.

        Sebelumnya, peraih nobel ekonomi pada 2003 Profesor Robert F. Engle menilai perbankan Indonesia terlalu berhati-hati untuk berekspansi menyalurkan kredit ke masyarakat, padahal kapasitas permodalan perbankan mencukupi.

        Engle mengatakan sikap kehati-hatian perbankan di Indonesia merupakan sisi lain dari fakta bahwa kapasitas permodalan bank di Indonesia cukup kuat. Sisi positifnya, kata Engle, dengan permodalan yang kuat, perbankan Indonesia tidak terlalu rentan menghadapi potensi krisis ekonomi.

        "Adalah berita yang bagus, namun mengandung berita yang buruk pula, artinya bantalan (modal) yang substansi itu sangat aman, tapi terlalu hati-hati dan terlalu aman, ketakutan untuk membuat pinjaman yang diperlukan untuk stimulus ekonomi," kata Engle dalam kuliah umum di Univeristas Atmajaya, Jakarta. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: