Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku Bambang Hermanto menyatakan berkomitmen mengawasi penghimpunan dana atau investasi yang dihimpun secara ilegal dan dapat merugikan masyarakat.
"OJK Pusat sudah membentuk Satgas Waspada Investasi, yang beranggotakan aparat penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan dan lainnya," kata Bambang, di Ambon, Kamis (2/3/2017).
Menurut dia, anggota satgas waspada investasi di daerah, selain kepolisian dan kejaksaan juga otoritas-otoritas yang mempunyai kewenangan untuk memberikan ijin melakukan penghimpunan dana, seperti OJK, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Kakanwil Agama.
"Kakanwil Agama dilibatkan, karena ada juga penghimpunan dana, kedoknya dipakai untuk kegiatan keagamaan, seperti Umroh dan Haji," ujarnya.
Sedangkan untuk penghimpunan dana simpanan, kegiatan perbankan dan penghimpunan dana dalam bentuk premi melalui asuransi perlu mendapat ijin dari OJK.
Kemudian untuk menghimpun dana dalam bentuk iuran manfaat, seperti dana pensiun dan simpanan keanggotaan perlu mendapat ijin usaha di Dinas Koperasi dan UMKM.
"Jika ada lembaga-lembaga yang mengaku sebagai lembaga investasi menghimpun dana masyarakat, harus bisa menunjukan ijin usaha dari pihak yang mempunyai kewenangan untuk memberikan ijin usaha tersebut," tandas Bambang.
Ia mengatakan, terkait ijin usaha ini, terkadang ada yang mencoba untuk memanipulasi masyarakat dengan menunjukan ijin TDP (Tanda Daftar Perusahaan) atau SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) atau Surat Keputusan Pendirian Badan Hukum dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Kalau ini terjadi, sebenarnya bukan ijin usaha untuk penghimpunan dana. Karena itu masyarakat harus bisa memahami ketika ada pihak yang menawarkan investasi, dan langkah yang harus dilakukan tanya dulu, apakah perusahaan ini sudah memiliki ijin usaha penghimpunan dana atau tidak dan siapa yang mengeluarkan ijin? Jadi, perlu dicek kebenarnya," katanya.
Selanjutnya, kata Bambang, ada juga model lain cara menghimpun dana masyarakat bukan berupa uang tetapi barang dengan sistim Multi Level Marketing/MLM.
"Sebenarnya model sistim MLM, sudah diatur dalam Ketentuan dan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, sehingga boleh melakukan penjualan langsung melalui sistim MLM, tetapi barang yang ditawarkan harus jelas, harganya wajar dan lokasi usaha atau jaringan kantor harus jelas," pintanya.
Namun, kadang-kadang ada yang memanfaatkan dengan sistim MLM, yang memasarkan barang yang nilainya sangat mahal, jauh diatas harga pasar, juga tidak mempunyai ijin usaha penjualan langsung dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.?(Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: