Deklarasi harta maupun aset hasil program amnesti pajak hingga Minggu (12/3) telah mencapai Rp4.481 triliun, yang terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp3.317 triliun, deklarasi luar negeri Rp1.019 triliun dan repatriasi Rp145 triliun.
Kecilnya dana repatriasi dibandingkan deklarasi yang dilaporkan, merupakan hal yang menjadi perhatian tersendiri, karena pada awalnya tujuan utama pelaksanaan amnesti pajak untuk mengembalikan dana milik WNI di luar negeri ke Indonesia.
UU Nomor 11 Tahun 2016 mengenai pengampunan pajak, mewajibkan dana repatriasi harus diinvestasikan selama minimal tiga tahun dalam delapan instrumen investasi, termasuk di antaranya obligasi BUMN.
Namun, pemerintah sudah tidak lagi fokus untuk mendorong repatriasi, karena hal itu menjadi kewenangan sepenuhnya para pemilik dana, meski pada awalnya target repatriasi yang diharapkan bisa mencapai Rp1.000 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui repatriasi modal dari luar negeri bukan lagi merupakan opsi utama bagi peserta program amnesti pajak, karena kurang ekonomis dari segi biaya.
"Kalau mereka menganggap bahwa proses untuk memindahkan harta ke dalam negeri, ongkosnya ternyata lebih besar, maka harta itu akan menetap di luar negeri," kata Sri Mulyani menjelang berakhirnya periode dua amnesti pajak pada akhir Desember 2016 lalu.
Sri Mulyani menambahkan dalam UU Pengampunan Pajak, repatriasi bukan merupakan kewajiban utama, karena Wajib Pajak juga diberikan opsi deklarasi harta luar negeri dengan tarif yang tidak berbeda jauh dengan tarif repatriasi.
Sehingga, menurut dia, tidak mengherankan apabila peserta amnesti pajak lebih memilih opsi deklarasi harta luar negeri, karena tarif yang lebih memadai dan prosesnya lebih bersahabat dibandingkan pilihan repatriasi modal.
"Desain awal UU itu memberikan opsi dan perbedaan tarif yang tidak signifikan. Jadi itu memberikan pilihan bagi pemilik dana atau harta untuk menentukan," kata Sri Mulyani.
Untuk saat ini, Sri Mulyani menegaskan akan lebih baik bagi pemerintah untuk mengolah dana repatriasi yang sudah masuk agar bisa memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan.
"Fokus kita adalah bagaimana memaksimalkan dana yang sudah masuk agar bisa diinvestasikan di dalam negeri untuk mendapatkan 'return' yang baik," katanya.
Sri Mulyani memastikan dengan memberikan contoh yang baik atas pengelolaan dana repatriasi tersebut, maka para pemilik dana bisa tergoda untuk menanamkan modalnya kembali tanpa terkait langsung dengan amnesti pajak.
"Ini berarti PR buat kita untuk menunjukkan bahwa harta yang dibawa ke dalam negeri, tidak hanya sekadar dibawa, tapi bisa dipakai untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Realisasi Repatriasi Meski realisasi dana repatriasi mendekati Rp145 triliun, namun saat ini komitmen repatriasi masih rendah dari pencapaian itu, karena faktor negara tempat uang tersebut berada atau Wajib Pajak (WP) yang belum mau merepatriasi dananya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengatakan dana repatriasi hasil program amnesti pajak yang masuk ke pasar modal hingga akhir Februari 2017 baru mencapai Rp9 triliun.
"Kami lihat ada sekitar Rp9 triliun, ada yang masuk ke saham, masuk ke reksadana, ada yang masuk ke KPD, terus ada yang di obligasi pemerintah," kata Nurhaida.
Ia juga mengatakan instrumen yang diminati oleh investor peserta amnesti pajak adalah produk reksadana, diikuti saham dan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
"Kebanyakan di reksadana, sekitar 20 persen lebih, kemudian ada di saham dan KPD. Reksadana kalau tidak salah Rp1,5 triliun, di saham Rp400 miliar dan KPD sekian ratus miliar," kata Nurhaida.
Nurhaida menjelaskan dana repatriasi ini sempat mengendap lama di "gateway" perbankan, namun para pemilik modal telah menemukan instrumen investasi yang menarik di pasar modal dan menawarkan imbal hasil menarik.
"Pemilik dana kelihatannya mulai mencari instrumen yang sesuai dengan harapan mereka, dan itu kebanyakan produk pasar modal. Pasar modal pada dasarnya memberikan 'return' yang lebih tinggi dibandingkan produk perbankan," katanya. (Ant/Satyagraha) ?Bersambung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil