Berawal dari Hobi, Bisnis Katering Ini Raih Omzet Puluhan Juta Rupiah
Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Tidak ada yang salah jika Anda memiliki sebuah hobi yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Sebut saja, Evi Rohilati Umayah yang memiliki hobi memasak sehingga menjadikan jalan usaha meraih kesuksesan.
Ditemui Warta Ekonomi di kawasan Komplek Cipageran Indah, Bandung, Minggu (14/5/2017), Evi menceritakan pengalaman pertama membangun bisnis katering bernama Dapur Kita yang terinspirasi dari tetangga yang suka mencicipi makanan olahannya.
Evi mengaku kalau memasak itu selalu dalam porsi besar, suatu saat ketika menyuapi anaknya yang sekolah di taman kanak-kanak (TK) banyak teman sekolah yang meminta makanan racikan Evi. Bahkan bukan itu saja, tetangganya pun selalu meminta makanan yang dimasak ibu kelahiran Bandung ini.
"Anak yang bungsu masuk TK. Jadi setiap hari masak dibawa ke sekolah untuk nyuapin si kecil, tapi banyak teman-teman yang suka dengan masakan saya. Kegemaran saya kalau masak itu kirim-kirim ke tetangga kiri kanan dan itu berlangsung lama sehingga tetangga itu kalau mau makan untuk lauknya boleh ambil sendiri ke dapur. Dari situ mereka kasih nama Dapur Umum atau Dapur Kita,"?katanya.
Seiring berjalan waktu para tetangga merasa tidak enak kalau terus meminta makanan. Akhirnya, atas usulan tetangga juga, Mami sapaan akrab Evi memutuskan untuk menjual masakan tersebut ke tetangga dan teman-teman orang tua murid di sekolah. Gayung pun bersambut, masakan tersebut mendapat respons positif ?dari mereka. Sampai akhirnya tempat sekolah anaknya, SDIT Fitrah Insani meminta dia untuk mengisi katering di sekolah.
"Ini sekolah full day yang anak-anaknya dapat makan siang. Mulai tahun 2006 didirikanlah Katering dengan nama Dapur Kita yang diberi dari tetangga-tetangga juga," paparnya.
Wanita kelahiran Bandung 28 Mei 1971 ini mengaku dirinya menjalankan bisnis secara ikhlas sehingga tidak menemui banyak kendala.
"Alhamdulillah dikasih kemudahan oleh Allah dari 2007. Setiap pekan saya terima order?katering yang sunatan dan nikahan. Dari dipercaya memasok makanan ke sekolah sampai satu pabrik dan satu hotel yaitu Hotel Topas Bandung. Tapi kendala yang paling terasa itu kalau ganti-ganti pegawai. Mereka sudah di-training, dilatih, sampai bisa untuk masakan-masakan yang kita punya, terus keluar deh," jelasnya.
Evi mengawali modal usahanya dari kantong pribadi sebesar Rp50 juta. Sempat terhenti, ia memulai bisnis lagi dari nol dengan bisnis online untuk produk olahan jengkol. Kemudian ia bergabung di perkumpulan UMKM Kabupaten Bandung Barat.
Ia mengatakan pemasaran produk Dapur Kita terbilang sederhana. Mami mengaku umumnya pemasaran dilakukandari mulut ke mulut. Selain itu, ia menggunakan pemasaran online dengan memanfaatkan media sosial, terutama pemasaran produk olahan yaitu Jengkol Crispy.
"Kalau untuk kateringnya lebih banyak dari mulut ke mulut kayanya karena saya enggak pernah iklan. Untuk olahan jengkol saya memperbanyak jaringan dengan masuk ke grup-grup kuliner di medsos salah satunya FB. Setiap ada kesempatan posting produk-produk kita. Terus di setiap acara selalu bawa tester seperti olahan jengkol seperti jengkol rendang, jengkol semur, dan gejoss," ungkapnya.
Berbagai produk Dapur Kita seperti kolang-kaling merek Cangkaleng ada tiga rasa, olahan jengkol yang basah ada empat rasa seperti jengkol rendang, gejoss, semur dan seuhah, olahan jenggol kering seperti Jengkol crispy dan kerupuk jengkol sudah dipasarkan ke berbagai kota di antaranya Batam, Madura, Makassar, Jeddah, dan Malaysia.
"Ada yang online.?Ada yang by order dan membuka reseller di tiap daerah. Pakai Instagram dan Facebook. Enggak pakai sistem yang jlimet-jlimet,"?ujarnya.
Dapur Kita sendiri hingga kini baru memiliki seorang karyawan yang telah diasuransikan melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan untuk usaha, Mami memilih menggunakan asuransi Tri Pataka dari Bank BNI.
Mami mengaku bahwa hingga kini dalam sehari jumlah produksi bisa mencapai 10 kg jengkol untuk jengcris yang menjadi 40 cup, yang basah 5 kg, cangkaleng 10 kg. Sedangkan jika banyak pemesanan bisa 20 kg sehari. Omzetnya pun bisa mencapai Rp50 juta perbulan.
"Dulu enggak tahu cara menghitung harga yang harus dijual perporsinya. Seringkali misalnya saya bikin capcay degan modal Rp75 ribu tapi karena saya jual perporsinya Rp4 ribu misalnya jadi enam atau tujuh bungkus. Uang yang masuk hanya Rp28 ribu. Perasaan dulu yang penting habis saja. Engga mikir untung ruginya. Sekarang, alhamdulillah sebulan omzet Rp50 juta. Ini belum termasuk produk olahan UMKM-nya," ujarnya.
Sebelum mengakhiri perbincangan, Mami membagikan kiat sukses dalam menjalankan bisnis katering yaitu selalu meminta yang terbaik kepada Allah SWT agar semua solusi mudah didapat, salat tepat waktu, jangan ragu berbagim pantang menyerah, dan terus belajar membuat inovasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: