Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Yandri Susanto mengatakan, partai politik memiliki alasan menjadikan mahar dari calon kepala daerah kepada partai politik biaya kampanye.
"Dalam UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada belum mengatur soal mahar secara tegas. Definisi mahar itu masih abu-abu. Partai politik sering beralasan mahar itu adalah biaya kampanye," kata Yandri Susanto pada diskusi "Maraknya Kepala Daerah di OTT dan Penerapan UU Pilkada" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Menurut Yandri Susanto, biaya kampanye itu meliputi biaya saksi, atribut, transportasi, dan konsumsi.?Dalam kalkulasi Yandri, untuk biaya saksi saja, jika seorang calon kepala daerah memberikan honor Rp200.000 per orang per tempat pemungutan suara (TPS), maka sudah mengeluarkan biaya sekitar Rp75 miliar.
"Belum lagi, biaya atribut yakni kaos, bendera, umbul-umbul, dan baliho, biaya iklan, dan konsolidasi," katanya.
Menurut Yandri, dengan kalkulasi tersebut, seorang calon kepala daerah memerlukan biaya kampanye minimal Rp285 miliar.?Anggota DPR dari daerah pemilihan Banten II ini menjelaskan, calon kepala daerah maupun calon anggota legislatif jika tidak mau biaya mahal juga bisa.
"Pertanyaannya, rakyat yang menjadi konstituen apakah mau hadir di lokasi kampanye, tapi tidak ada pembagian kaos, tidak ada konsumsi, tidak ada musik hiburan. Apakah konstituen mau hadir? Ini menjadi tantangan kita," katanya.
Yandri menambahkan, bisa saja partai politik mencari calon kepala daerah yang benar-benar bersih, tidak menggunakan biaya kampanye. Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menegaskan, perangkat aturan perundang-undangan sudah sangat lengkap, tinggal bagaimana mengimplementasikannya secara baik dan efisien, itu yang sulit dilakukan.
Menurut dia, kalau saat ini KPK banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan korupsi terhadap kepala daerah, tidak ada hubungan langsung dengan UU Pilkada.?Yandri mengakui, penyelenggaraan pilkada dan pemilu secara langsung biayanya sangat mahal.
"Dengan biaya yang sangat mahal, jika kepala daerah terpilih berusaha mengembalikan modal, itu manusiawi. Ini yang menjadi PR partai politik dan kepala daerah," katanya. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat