Ancaman serangan siber akan terus terjadi karenanya TNI harus meningkatkan pertahanan maya (cyber defense) dalam perang asimetris (cyber warfare), kata Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza.
"Bahkan saat ini di negara maju angkatan pertahanan siber adalah matra ke empat setelah darat, laut uan Udara," katanya di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Ketahanan informasi, menurut dia, patut menjadi perhatian TNI dalam kerangka menjaga kedaulatan nasional. Hal ini sangat penting ketika serangan hoaks yang digulirkan ke publik, seperti fenomena Saracen contohnya bermunculan.
Ia mengatakan melalui kaji terap teknologi, BPPT siap mendukung TNI dalam hal peningkatan pertahanan maya. Hal ini sudah dituangkan dalam bentuk rekomendasi teknologi untuk arsitektur sistem informasi pertahanan negara (Sisfohanneg) yang mengutamakan strategi pengamanan informasi.
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dunia global, tentunya perlu diimbangi dengan kecanggihan infrastruktur dan kualitas serta kompetensi dari cyber defence atau unit pertahanan siber yang dimiliki TNI," katanya.
Dia optimistis TNI mampu menggawangi pertahanan dunia maya demi menjaga kedaulatan Indonesia. "Unit pertahanan siber TNI harus menjadi salah satu yang terbaik di dunia," lanjutnya.
Infrastruktur Kritis Selain ketahanan informasi, Hammam juga mengingatkan hal penting lainnya, yakni pengamanan infrastruktur kritis. Infrastruktur kritis yang dimaksud seperti bidang energi (kelistrikan), transportasi penerbangan, bahan bakar, kesehatan, keuangan atau perbankan, telekomunikasi, penegakan hukum, keamanan dan intelijen, utilitas publik dan Pemilu.
"Infrastrukur tersebut sangat penting, karena menguasai hajat hidup masyarakat dan kelangsungan NKRI. Sebagai pencegah adalah pengamanan TIK harus diperkuat, karena jika terjadi serangan, dapat menimbulkan risiko yang sangat besar," ujar dia.
Hammam menyebut fenomena ancaman serangan siber, yakni virus ransomware wannacry yang terjadi di negeri ini tidak bisa dipungkiri apabila ke depan nanti terjadi lagi.
Serangan makin sulit diantisipasi karena "advance persistent threat" (APT) bersifat "zero-day" dengan daya rusak yang tinggi dan lintas negara.
"Solusinya kita harus membangun 'critical infrastructure protection plan'," lanjutnya.
Kebutuhan akan adanya keamanan siber dan pertahanan infrastuktur kritis untuk menghadapi serangan siber merupakan suatu kewajiban yang harus dimiliki, baik pada tingkat negara ataupun spesifik pada berbagai sektor strategis untuk dapat menjamin ketahanan negara di dunia siber.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil