Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Belum Bisa Mengakomodasi Rupiah, Penerapan e-Money Dinilai Ilegal

        Belum Bisa Mengakomodasi Rupiah, Penerapan e-Money Dinilai Ilegal Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Forum Warga Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) bertentangan dengan Undang?undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Hal itu menyebabkan praktik penggunaan uang elektronik dikatakan ilegal.

        "Karena sejak berhembusnya peraturan ini, pelbagai fasilitas publik seperti Layanan Jalan Bebas Hambatan (tol), layanan transportasi Bus Transjakarta, dan lain sebagainya menolak adanya transaksi pembayaran tunai. Praktik kebijakan ini telah mendiskriminasi warga yang hendak melakukan transaksi pembayaran dengan uang tunai," kata Azas kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/10/2017).

        Menurut Azas, fenomena ini telah menimbulkan keresahan dan pertanyaan dalam masyarakat tentang keberadaan Undang-Undang mata uang yang hanya mengatur Rupiah dalam bentuk kertas dan logam.

        "Sebab masyarakat yang menggunakan rupiah untuk transaksi pembayaran selain didiskriminasi juga dibingungkan serta dipaksa untuk tidak mengunakan uang rupiah. Padahal bila melihat Undang-Undang Mata Uang di Indonesia, Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia bukan uang elektronik," imbuhnya.

        Oleh sebab itu, Normansyah (41) dan Tubagus Haryo Karbyanto (48) sebagai pengguna layanan tol dan bus Transjakarta melalui kuasa hukumnya Forum Warga Kota jakarta (FAKTA) mengajukan permohonan Keberatan atas PBI ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) melalui permohonan Judicial Review (JR) karena setidaknya layanan publik di atas menolak warga yang membayar layanan dimaksud dengan menggunakan uang tunai.

        Mata uang Rupiah dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia telah mengatur dengan jelas dan tegas tentang mata uang melalui undang-undangnya. Mulai dari Ketentuan Umum, Macam dan Harga Rupiah, Ciri, Desain dan Bahan Baku Rupiah, Pengelolaan Rupiah, Penggunaan Rupiah, Penarikan Rupiah, sampai pada Ketentuan Pidana telah lengkap dan memperkuat tentang Mata Uang Indonesia yakni Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia," terangnya.

        Jelas terbukti, sambungnya, bahwa PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) bertentangan dengan Undangan-Undang Mata Uang yang belum/tidak mengakomodasi adanya mata uang rupiah dalam bentuk rupiah elektronik (electronic money). Maka dari itu, uang elektronik adalah uang ilegal.

        "Penolakan terhadap transaksi tunai adalah sebuah pembangkangan terhadap undang-undang. Untuk itu warga sangat membutuhkan penjelasan agar adanya kepastian hukum terhadap hal?hal yang disebutkan di atas, dan tidak adanya diskriminasi terhadap masyarakat pengguna Rupiah Kertas maupun Logam dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran," katanya lagi.

        Atas dasar pertimbangan hukum tersebut, Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) pada Selasa 10 Oktober 2017 mendaftarkan upaya Uji Materil kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia karena Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI tentang Uang Elektronik bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni UU RI Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

        "Berdasarkan alasan dan dasar hukum sebagaimana dikemukakan di atas, kami meminta agar Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut menerima dan mengabulkan permohonan ini secara keseluruhan. Menyatakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) tidak sah atau tidak berlaku secara umum," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Dina Kusumaningrum
        Editor: Fauziah Nurul Hidayah

        Bagikan Artikel: