Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Abdillah Ahsan mengatakan iklan rokok yang menampilkan harga sangat tidak beretika karena jelas-jelas menyasar anak-anak agar tergoda membeli rokok.
"Idealnya, iklan rokok dilarang dan harga rokoknya harus mahal. Karena iklan rokok masih dibolehkan, maka secara normatif jangan beriklan dengan menyodorkan kemurahan harganya," kata Abdillah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Abdillah mengatakan rokok merupakan produk yang berbahaya sehingga seharusnya hanya dijual dan diiklankan kepada konsumen yang sudah memiliki rasionalitas dalam menentukan dampak baik dan buruk suatu barang dan jasa.?Iklan rokok yang menampilkan harga yang sangat murah, akan memengaruhi anak-anak yang belum bisa mengedepankan rasionalitas. Harga yang murah akan membuat anak-anak bisa berhitung apakah uang sakunya bisa digunakan untuk membeli rokok atau tidak.
"Faktanya uang jajan anak-anak saat ini bisa untuk membeli rokok. Dengan uang Rp10.000 saja, anak-anak bisa membeli dua bungkus rokok termurah, satu bungkus rokok dengan harga rata-rata atau delapan batang rokok termahal," tuturnya.
Karena itu, Abdillah menilai industri rokok dan agensi periklanan yang mengerjakan iklan rokok telah melakukan strategi pasar yang bar-bar dan mengesampingkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
"Adalah keberhasilan industri rokok, saat ini prevalensi merokok di Indonesia meningkat dan usia mulai merokok semakin muda. Namun, itu menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi anak-anak dan kesehatan masyarakat," katanya.
Menurut Yayasan Lentera Anak saat ini semakin banyak iklan rokok dengan menampilkan harga yang murah.?Dari 1.379 spanduk, "billboard", umbul-umbul, poster, stiker, videotron dan bentuk lain reklame luar ruang yang mengiklankan produk rokok, sebanyak 80,2 persen mencantumkan harga. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: