Dalam rangka mendukung pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memutuskan untuk menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2018 dari semula 9% efektif per tahun menjadi sebesar 7% efektif per tahun. Bunga KUR yang baru ini akan berlaku mulai 1 Januari 2018.
Demikian kesimpulan rapat koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana, dan perwakilan kementerian/lembaga terkait.
Rapat Koordinasi ini juga memutuskan peningkatan target porsi penyaluran KUR di sektor produksi (pertanian, perikanan, industri pengolahan, konstruksi, dan jasa produksi) di tahun 2018 menjadi minimum sebesar 50% dari target total penyaluran sebesar Rp120 triliun.
Selama ini, UMKM sulit mendapatkan kredit/pembiayaan dari Lembaga Keuangan, mengingat sektor produksi memiliki risiko yang relatif lebih tinggi daripada sektor perdagangan.
"Penyaluran KUR harus terus kita dorong ke sektor produksi agar program kredit/pembiayaan dari pemerintah dengan suku bunga rendah ini dapat dinikmati oleh UMKM," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Dijelaskannya dalam rangka mendorong percepatan penyaluran KUR di sektor produksi, Komite Kebijakan juga telah menyiapkan skema KUR baru, yaitu KUR Khusus untuk sektor perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan rakyat.
"KUR Khusus merupakan skema KUR yang diberikan kepada kelompok usaha yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan rakyat," kata Darmin.
Adapun plafon KUR Khusus ditetapkan sebesar Rp25 juta-Rp500 juta untuk setiap individu anggota kelompok. Nantinya, Komite Kebijakan akan menetapkan besaran plafon KUR tahun 2018 bagi setiap Penyalur KUR, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain skema KUR Khusus, Komite Kebijakan juga menetapkan beberapa perubahan ketentuan KUR yang nantinya akan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM.
Adapun beberapa perubahan ketentuan tersebut antara lain:
(1) pengaturan plafon KUR Mikro untuk sektor produksi sebesar maksimum Rp25 juta per musim tanam atau 1 siklus produksi tanpa pembatasan total akumulasi plafon, sedangkan KUR Mikro untuk sektor nonproduksi memiliki total akumulasi plafon sebesar Rp100 juta;
(2) penambahan kelompok usaha sebagai calon penerima KUR;
(3) skema KUR multisektor untuk mengakomodasi penyaluran pada lebih dari 1 sektor ekonomi, mekanisme bayar setelah panen (yarnen) dan grace period;
(4) penyaluran KUR yang diperbolehkan bersamaan dengan kepemilikan kartu kredit dan sistem resi gudang;
(5) struktur biaya KUR Penempatan TKI;
(6) KUR untuk optimalisasi KUBE; dan
(7) KUR untuk masyarakat daerah perbatasan.
Tercatat, realisasi penyaluran KUR sampai dengan 30 September 2017 telah mencapai Rp69,7 triliun atau 65,3% dari plafon penyaluran Rp106,6 triliun, dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) sebesar 0,014% dan tersalurkan kepada 3.098.515 debitur.
KUR Mikro memiliki porsi penyaluran terbesar, yaitu Rp49,46 triliun (71%), diikuti dengan KUR Ritel sebesar Rp19,9 triliun (28,6%), dan KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar Rp230 miliar (0,33%).
Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi penyalur KUR dengan penyaluran tertinggi sebesar Rp52,19 triliun (74,4% dari target), diikuti dengan Bank Mandiri sebesar Rp9,1 triliun (70.1% dari target), dan BNI sebesar Rp5,4 triliun (45.2% dari target). Sisanya disumbangkan oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp5,2 triliun (25.5% dari target), dan Bank Umum Swasta sebesar Rp4,9 triliun (17,8% dari target).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah