Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai inklusi keuangan memiliki peran penting dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan di Indonesia.
"Bagi Bappenas, inklusi keuangan umum, termasuk syariah, adalah mekanisme yang baik untuk membantu mengurangi kemiskinan dan mengatasi berbagai isu pembangunan yang lainnya," kata Bambang dalam acara Rembuk Republik bertajuk "Memacu Inklusi Keuangan Syariah" di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Adapun angka kemiskinan Indonesia pada 2017 lalu berada di level 10,12% dengan jumlah absolut sebesar 26,58 juta jiwa. Menurut Bambang, salah satu cara agar dapat keluar dari jurang kemiskinan ialah dengan peningkatan inklusi keuangan.
"Merekalah yang menjadi klompok utama, mereka yang kita tolong duluan. Dan salah satu cara mereka keluar adalah dengan inklusi keuangan. Masih banyak yang namanya pekerja informal dan satu lagi, masyarakat yang masih terisolasi. Nah, inilah klompok yang harus menjadi target inklusi," paparnya.?
Dia menuturkan, saat ini untuk mempercepat peningkatan inklusi keuangan bisa dilakukan ialah dengan memanfaatkan penggunaan teknologi digital. Namun, tentunya hal ini tidak bisa dilakukan pemerintah sendirian, perlu dukungan dari industri keuangan termasuk industri keuangan syariah dan stakeholder terkait.
"Saya terima kasih pada Prudential Indonesia yang berbisnis di asuransi syariah dan kedua, mendorong inklusi keuangan," ujar Bambang.
Senada dengan Bambang, menurut Presiden Direktur PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), Jens Reisch, percepatan inklusi keuangan termasuk inklusi asuransi syariah harus memanfaatkan teknologi digital. Selain jangkauannya yang luas, penggunaan teknologi digital dirasa tepat menyasar masyarakat Indonesia yang saat ini didominasi generasi milenial.
"Strategi tahun ini, kita ada perubahan, lebih milenial, mungkin bahasa, instrumen, dan teknik pemasaran. Kemudian, kita ada juga digital dan investasi ke satu penjualan, pelayanan, agen, dan nasabah. Contohnya develop dan perbaiki dari sisi produk," ungkap Jens.
Lebih jauh dijelaskannya, melalui teknologi digital, agen asuransi dan masyarakat sangat dimudahkan dalam membeli polis asuransi.
"Di situ paling penting banyak agen di 160 kota untuk nanti kasih ilustrasi dan polis sekarang ada tool connect WiFi?dan kirim data aplikasi ke perusahaan, minum kopi saja nanti polis keluar. Bentuknya aplikasi mobile," ucap Jens.
Untuk diketahui, hasil survei yang dilakukan oleh OJK pada akhir? 2016 melalui Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 11,06%. Angka tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan nasional sudah mencapai 67,82%. Bila dielaborasi, inklusi keuangan asuransi syariah hanya sebesar 1,92%, dengan literasi atau pemahaman masyarakat akan produk sebesar 2,51%.
Meski demikian, Jens optimis asuransi syariah bakal berkembang pesat di Tanah Air karena mayoritas penduduk Indonesia merupakan penduduk muslim dan luasnya pangsa pasar yang masih bisa digarap.
"Tahun lalu kita naik double digit. Kalau lihat kontribusi, aset, nasabah, tahun lalu di pasar keuangan syariah performace luar biasa dan untuk syariah kita optimis 2018," kata jens.
Asal tahu saja, tahun lalu Prudential Indonesia membukukan pendapatan kontribusi bruto sebesar Rp3,4 triliun dan juga aset sebesar Rp9,9 triliun atau tumbuh 13%. Sementara peserta baru tumbuh 14%, peserta nonmuslim tumbuh 98%, dan hasil investasi syariah yakni Asia Pacific Equity Fund mencapai 26,6%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah