Sebelum mengharapkan adanya peningkatan produksi petani garam lokal, pemerintah seharusnya berupaya meningkatkan kapasitas mereka. Hal ini dimaksudkan agar garam produksi mereka juga bisa digunakan untuk kebutuhan industri. Selama ini, kebutuhan garam industri dipenuhi melalui impor.
Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, mengatakan, keharusan untuk mengimpor tidak lepas dari belum mampunya para petani garam lokal untuk memenuhi kebutuhan para pelaku industri. Selain itu, harga garam lokal juga lebih mahal daripada garam impor dan kualitasnya juga masih berada di bawah garam impor. Garam industri harus sekurang-kurangnya mengandung lebih dari 96% natrium klorida. Hal ini, lanjut Hizkia, juga belum mampu dipenuhi oleh garam produksi lokal.
?Oleh karena itu pemerintah sebaiknya juga mengupayakan berbagai kegiatan untuk peningkatan kapasitas mereka dalam bertani garam. Dengan adanya peningkatan kapasitas petani, diharapkan ke depannya hasil produksi garam lokal juga bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan industri,? terang Hizkia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud antara lain adalah mengenalkan teknologi bercocok tanam secara teori maupun praktik, pelibatan Iptek, dan membuka kesempatan kepada para petani untuk belajar langsung ke negara-negara produsen garam besar di dunia. Selain itu, pemerintah juga seharusnya bisa memaksimalkan peran penyuluh pertanian supaya mereka bisa memberikan pendampingan kepada para petani.
?Tidak jarang penyuluh pertanian sulit ditemui karena satu penyuluh seringkali harus bertanggung jawab atas beberapa desa. Padahal, peran mereka sangat penting untuk pendampingan dan transfer ilmu,? ungkap Hizkia.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam industri untuk 2018 berjumlah sekitar 3,7 juta ton. Industri yang membutuhkan jumlah garam terbesar adalah industri petrokimia yaitu sebesar 1.780.000 ton. Berikutnya adalah industri pulp dan kertas yang membutuhkan pasokan garam industri sebesar 708.500 ton.
Tempat ketiga diduduki oleh industri pangan yang membutuhkan pasokan garam industri sebesar 535.000. Selain itu masih ada sederet industri yang membutuhkan pasokan garam industri, seperti pengasinan ikan, kosmetik, tekstil, sabun dan deterjen, pakan ternak, penyamakan kulit, pengeboran minyak dan lain-lain.
Jumlah kebutuhan ini, lanjut Hizkia, diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya industrialisasi. Seharusnya, potensi peningkatan pendapatan petani melalui garam industri bisa segera ditanggapi secepat mungkin. Memperluas lahan tambak garam tidak akan efektif tanpa adanya peningkatan kapasitas petaninya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: